Investasi seakan sudah menjadi tuntutan berkehidupan saat ini. Untuk bisa menggapai kondisi finansial yang lebih baik dan menghadapi ketidakpastian di masa mendatang, investasi menjadi satu hal yang pasti. Tanpa berinvestasi, rasanya sulit untuk melakukan aklimatisasi. Tanpa berinvestasi pula, kita hanya akan menjadi korban keganasan inflasi. Beruntung berbagai model investasi kini mudah dipelajari. Sebut saja perdagangan ekuitas atau saham, yang merupakan model investasi yang saat ini semakin digemari.
Sebagaimana diketahui, dalam beberapa tahun belakangan, minat masyarakat terhadap saham dapat dikatakan meningkat secara signifikan. Hal ini seiring dengan pertumbuhan masyarakat kalangan menengah-atas global dan kemajuan teknologi yang terbilang pesat. Selain itu semakin banyaknya masyarakat yang peduli (concern) akan kondisi keuangannya di masa depan (baca: melek finansial), turut menjadikan instrumen investasi yang tergolong ke dalam produk sektor keuangan ini kian lama kian disenangi. Tak heran kalau instrumen ini pun kini trendi.
Meskipun demikian, nyatanya masih banyak yang belum sepenuhnya paham mengenai saham. Bagi mereka yang tidak pernah berurusan dengan kaidah-kaidah investasi, saham bisa jadi hal yang sukar dipahami. Tidak cukup hanya sebatas tahu untuk bisa terjun langsung ke dalam model investasi yang dinamis ini. Diperlukan pemahaman berimbang terkait apa sebenarnya saham itu, bagaimana mekanisme kerjanya, dan seperti apa risikonya. Untuk itu, edukasi menjadi satu-satunya solusi.
Bagusnya, saat ini segala sesuatunya mudah didapat dan dipelajari sehingga memahami saham pun bisa menjadi lebih mudah dan cepat. Terlebih dengan ketersediaan informasi seperti sekarang ini, masyarakat dimungkinkan untuk mempelajari saham tanpa harus ngambil studi keuangan terlebih dahulu. Hebat, kan? Iya, dengan catatan: tidak sampai membahas perlakuan akuntansinya. Hehe!
Apa Itu Saham?
Secara mendasar, saham adalah kepemilikan. Memiliki saham berarti memiliki kepentingan atas suatu bisnis. Besarnya jumlah saham/kepemilikan akan mempengaruhi besarnya kepentingan seseorang atau entitas atas bisnis tersebut. Semakin besar jumlah saham yang dimiliki, semakin besar pula kepentingannya.
Seperti apa bentuk kepentingan pemegang saham atas suatu bisnis atau perusahaan? Tentu saja berupa aset dan kontrol terhadap aset perusahaan tersebut. Pemegang saham berhak secara proporsional atas aset dan pendapatan perusahaan yang dimilikinya. Kepemilikan penuh (complete ownership) atas suatu perusahaan tentu berarti hak penuh atas aset dan pendapatan perusahaan. Sedangkan kepemilikan tidak penuh (associate ownership) atas suatu perusahaan, berarti haknya yang hanya sebagian atas aset dan pendapatan perusahaan.
Dalam teorinya, aset perusahaan diukur sesuai dengan jumlah harta pemegang saham (ekuitas) dan kewajibannya. Singkatnya: Aset = Ekuitas + Kewajiban. Maka, apa yang menjadi milik pemegang saham sama dengan aset perusahaan setelah dikurangi kewajibannya, atau disingkat: Ekuitas = Aset – Kewajiban. Inilah harta sebenarnya dari (para) pemegang saham. Maka dapat disimpulkan, saham merupakan harta dalam segala bentuk aset setelah dikurangi dengan semua kewajibannya. Dengan acuan teori ini, menjadi tidak penting apakah Anda ingin menyebutnya dengan istilah ekuitas atau saham, sama saja.
Faedah Saham
Sebagai instrumen keuangan, saham memiliki manfaat dalam hal pendanaan baik itu bagi perusahaan maupun pemodal/investor. Perusahaan yang sedang mencari dana kerap kali memakai instrumen ini untuk menggapai tujuannya. Di sisi lain, investor bisa menyertakan modalnya pada saham perusahaan untuk meraih keuntungan. Berikut di antara keuntungan-keuntungan yang bisa diraih investor:
- Membeli saham sebagai cara memiliki bisnis secara instan. Terkadang saham menjadi jalan pintas bagi mereka yang ingin memiliki suatu bisnis. Ketimbang harus memulai dari nol, membeli saham suatu bisnis yang telah berjalan dirasa lebih praktis.
- Pendapatan dividen. Dividen adalah bagian para pemegang saham atas penghasilan perusahaan. Investor berhak mendapatkan dividen secara proporsional—tergantung besaran kepemilikannya. Meskipun demikian, pembagian dividen (non-preferred), termasuk ketentuan jumlahnya, biasanya diatur terlebih dahulu dalam suatu pertemuan yang disebut rapat umum pemegang saham (RUPS). Jika mayoritas pemegang saham dalam RUPS sepakat untuk membagikannya, maka dividen akan dibagikan. Jika tidak, dividen pun tidak akan dibagikan. Biasanya dividen tidak dibagikan ketika keuangan perusahaan sedang berada dalam masa yang sulit atau paceklik.
- Pertambahan nilai modal (capital gain). Selain dividen, investor pun berpotensi meraih capital gain. Pada dasarnya, capital gain adalah tambahan nilai yang didapat investor karena nilai perusahaan yang dimilikinya pun bertambah. Namun, capital gain juga sering diartikan: keuntungan yang didapat investor dari selisih harga saham. Investor dikatakan telah meraih capital gain ketika saham yang dimilikinya telah mencapai harga di atas harga perolehan/harga belinya. Sebagai ilustrasi: Aldi membeli 20.000 lembar saham PT. A di harga Rp200 per lembar. Dua bulan berikutnya, harga saham PT. A naik menjadi Rp400 per lembarnya. Maka, capital gain yang didapat Aldi adalah Rp8.000.000 [20.000 x Rp400] – Rp4.000.000 [20.000 x Rp200] = Rp4.000.000, atau meningkat 100% dari harga perolehannya.
Saham Biasa & Saham Preferen
Utamanya saham terbagi ke dalam dua tipe, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Ketika orang-orang membicarakan saham, biasanya tipe saham biasalah yang mereka maksud. Sedang saham preferen sangat jarang menjadi pembicaraan. Pada dasarnya, kedua tipe tersebut sama-sama menunjukkan penyertaan modal seseorang atau entitas dalam suatu perusahaan. Namun, karena preferensi/keutamaannya yang berbeda maka mereka (saham-saham -red) pun dipecah.
Keutamaan yang dimaksud, salah satunya, terletak pada pembagian dividen. Pemegang saham preferen (preferred stockholder) bisa mendapatkan dividen secara pasti, tetap, dan berkesinambungan: pasti, karena perusahaan menjamin untuk membagikannya– tetap, karena besarannya sudah ditentukan dan lebih besar dari besaran dividen saham biasa– berkesinambungan, karena dividen akan selalu dibagikan selama kegiatan bisnis perusahaan masih berlangsung. Beda halnya dengan pemegang saham biasa (common stockholder), mereka sama sekali tidak dijamin kepastian terkait pembagian dividen dan besarannya—tergantung ketetapan RUPS.
Selain itu, perbedaan preferensi pun dapat dilihat ketika terjadi proses likuidasi atau pembubaran usaha. Dalam proses ini, aset perusahaan akan diutamakan untuk pemegang saham preferen ketimbang pemegang saham biasa. Artinya, pemegang saham preferen akan mendapatkan bagiannya terlebih dahulu (tentunya setelah bagian kreditor terlunasi), barulah setelah itu pemegang saham biasa.
Dari sini bisa diketahui tujuan dan maksud dari pemecahan saham, yakni sekedar untuk menarik minat lebih banyak investor agar mau menanamkan modalnya terutama dengan iming-iming keistimewaan saham preferen.
Risiko
Jika tidak untung, pastilah buntung.
Seperti halnya dua sisi mata uang, risiko selalu tak dapat dipisahkan dengan segala bentuk keputusan. Pemeo di atas menjelaskan bahwa dalam bisnis, dimana ada potensi keuntungan, di situ pula ada risiko kerugian. Kita sudah tahu bagaimana saham dapat memberikan kontribusi positif bagi investor. Nah sekarang, bagaimana dengan risikonya?
Seperti yang sudah dijelaskan, ketika seseorang memiliki saham suatu perusahaan (apapun tipe sahamnya) maka ia berkepentingan atas aset dan pendapatan perusahaan tersebut. Namun, bagaimana jika perusahaannya merugi? Tentu saja pemegang saham pun ikut merugi. Jika kembali pada teori Aset = Ekuitas + Kewajiban, dimana Ekuitas = Aset – Kewajiban, maka ketika perusahaan merugi, asetnya pun akan berkurang, yang secara otomat akan mengurangi harta pemegang saham.
Di samping itu, pemegang saham pun harus siap menanggung risiko jika sewaktu-waktu harga sahamnya mengalami penurunan. Artinya, terdapat pula kemungkinan penurunan nilai modal yang disebabkan penurunan harga saham. Hal yang demikian disebut capital loss (kebalikannya capital gain), yang mana seseorang merugi karena harga sahamnya saat ini lebih rendah dibanding harga perolehannya.
Perlu ditekankan bahwa dunia investasi memiliki prinsip “high risk-high return” yang berarti risiko (kerugian) akan selalu setimpal dengan potensinya (keuntungan). Jika perdagangan saham dikatakan bisa memberikan positive return (keuntungan) sekian persen dalam rentang waktu sekian bulan, minggu, atau pun hari, maka ingatlah, ia pun dapat memberikan negative return (kerugian) dalam jumlah dan rentang waktu yang sama.