Home » Matematika Keuangan Arisan Lelang
Ilustrasi simbol-simbol matematika keuangan arisan lelang.
Ilustrasi kegiatan arisan lelang.

Arisan lelang menjadi model arisan yang cukup populer di masyarakat negara-negara Asia Tenggara. Di Indonesia, arisan model ini juga banyak diminati, meskipun masih lebih bersifat alternatif. Meski populer, aspek matematika keuangan arisan ini sering luput dari perhatian.

Mengenai seperti apa arisan lelang itu dan apa bedanya dengan model arisan pada umumnya, silakan Anda klik link ini untuk mengetahuinya secara lebih detail. Prinsip keduanya tetap sama, setiap anggota arisan wajib memberikan iuran secara rutin dan uang yang terkumpul nantinya akan diberikan kepada anggota yang mendapatkan giliran (pot).

Perbedaan mendasarnya dengan arisan konvensional terletak pada penentuan pot itu. Pada arisan lelang pot ditentukan dengan mekanisme “tembakan,” alih-alih “kocokan.” Maksudnya, setiap anggota arisan lelang akan diberikan kesempatan untuk memberikan penawarannya. Dia yang menawar (menembak) paling tinggi, dialah pemenangnya. Itulah mengapa arisan ini disebut “arisan lelang.”

Uniknya, nilai tembakan pada arisan ini nantinya akan didistribusikan secara merata sebagai pengurang iuran bagi anggota-anggota yang lain, terkecuali bagi si penawar itu sendiri dan mereka yang sudah pernah mendapatkan pot.

Misalnya, ada 12 orang yang sepakat mengadakan arisan lelang, dengan iuran rutin yang ditentukan sebesar Rp2.000.000, sehingga total nilai pot normal tiap bulannya adalah Rp24.000.000 (Rp2.000.000 × 12). Namun, mekanisme lelang yang ada mungkin membuat besaran pot setiap bulannya tidak normal.

Apabila, katakanlah, pada bulan pertama tembakan tertingginya adalah Rp400.000, ini akan menjadi pengurang iuran 11 anggota yang lain, sehingga masing-masing dari mereka hanya berkewajiban menyetor senilai Rp1.600.000 (Rp2.000.000 – Rp400.000) di bulan tersebut.

Artinya, total pot bulan pertama arisan akan bernilai Rp19.600.000 (Rp2.000.000 + (Rp1.600.000 × 11)). Cukup jauh dari nilai normalnya ya? Bisa jadi di sini letak seninya kalau kita mengerti. Namun, mari kita lanjutkan dulu.

Selanjutnya, anggaplah pada bulan kedua tembakan yang disepakati adalah Rp500.000, maka total pot bulan itu akan sebesar Rp19.000.000 ((Rp2.000.000 × 2) + (Rp1.500.000 × 10)).

Bulan-bulan berikutnya, asumsikan lelang dilakukan dengan nilai tembakan sebagaimana tabel di bawah:

BulanTembakanTotal PotPerhitungan Pot
3Rp100.000Rp23.100.000(Rp2.000.000 × 3) + (Rp1.900.000 × 9)
4Rp130.000Rp22.960.000(Rp2.000.000 × 4) + (Rp1.870.000 × 8)
5Rp150.000Rp22.950.000(Rp2.000.000 × 5) + (Rp1.850.000 × 7)
6Rp100.000Rp23.400.000(Rp2.000.000 × 6) + (Rp1.900.000 × 6)
7Rp120.000Rp23.400.000(Rp2.000.000 × 7) + (Rp1.880.000 × 5)
8Rp150.000Rp23.400.000(Rp2.000.000 × 8) + (Rp1.850.000 × 4)
9Rp150.000Rp23.550.000(Rp2.000.000 × 9) + (Rp1.850.000 × 3)
10Rp150.000Rp23.700.000(Rp2.000.000 × 10) + (Rp1.850.000 × 2)
11Rp200.000Rp23.800.000(Rp2.000.000 × 11) + Rp1.800.000
12Rp24.000.000Rp2.000.000 × 12
Tabel 1

Sebagaimana terlihat di atas, kita bisa mengasumsikan besaran tembakan yang beragam setiap bulannya, kecuali untuk bulan terakhir yang memang tidak diperlukan proses lelang lagi mengingat kandidat pemenang hanya tersisa satu orang.

Apa yang terlihat pada tabel di atas tergantung pada bagaimana pembacanya memahami angka-angka tersebut. Pengetahuan tentang matematika keuangan akan membuat kita melihatnya lebih dari sekedar nominal angka-angka.

Ketika melihat angka pot tiap-tiap bulan, misalnya, konsep matematika keuangan arisan ini dapat memberikan kita diskursus tentang apakah nominal-nominal itu sepadan atau tidak. Caranya cukup mudah, kita hanya perlu membandingkan nominal yang didapat di bulan tersebut dengan nilai kini (present value/PV) dari nilai normal pot di bulan ke-12.

Jika hasilnya lebih besar dari PV, pot yang didapat bisa dikatakan menguntungkan. Jika sebaliknya, maka tidak menguntungkan. Inilah konsep yang lebih tepat ketimbang hanya berasumsi tentang jauh atau tidaknya selisih jumlah pot sebenarnya dengan jumlah normalnya.

Kita bisa mengaplikasikan konsep nilai waktu uang ini ke dalam contoh simulasi di atas. Hal pertama yang harus kita ketahui adalah rumus bunga sederhana untuk mencari PV tadi, yaitu:

FV (future value) adalah nilai masa depan yang kita harapkan, r adalah tingkat bunga diskonto, dan n menunjukkan periode waktunya.

Lalu, substitusikan variabel-variabel tadi dengan angka yang kita tentukan. FV akan kita ganti dengan Rp24.000.000, yang merupakan angka normal sekaligus angka tertinggi yang bisa diraih dalam arisan ini. Kemudian, kita bisa menggunakan rata-rata inflasi selama sepuluh tahun terakhir untuk r, yaitu 6% per tahun atau 0,5% per bulan.

Sementara, nilai n mungkin akan multitafsir, apakah dihitung mundur dari 11 bulan atau 12 bulan. Mengingat kita sedang mengacu kepada nilai pot maksimum Rp24.000.000, dimana biasanya didapat di bulan terakhir (bulan ke-12), maka kita berasumsi kandidat terakhir seolah-olah tidak melakukan pembayaran karena iuran yang ia bayarkan bulan ini akan ia dapatkan kembali segera. Sehingga, n yang lebih tepat menurut saya adalah dimulai dari 11 bulan.

Maka, kita bisa menghitung PV untuk pot bulan pertama (atau PV dari Rp24.000.000 yang akan diterima 11 bulan kemudian), sebagaimana berikut:

Matematika keuanga arisan sering luput dari perhatian.

Lalu, kita juga bisa kembali menghitung PV untuk pot bulan ke-2 (atau PV dari Rp24.000.000 yang akan diterima 10 bulan kemudian), sebagaimana berikut:

Begitu seterusnya hingga bulan terakhir. Tabel di bawah menunjukkan simulasi perhitungannya:

BulanPVPerhitungan PV
3Rp22.946.512Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)9
4Rp23.061.245Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)8
5Rp23.176.551Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)7
6Rp23.292.434Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)6
7Rp23.408.896Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)5
8Rp23.525.941Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)4
9Rp23.643.570Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)3
10Rp23.761.788Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)2
11Rp23.880.597Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)1
12Rp24.000.000Rp24.000.000 ∕ (1 + 0,005)0
Tabel 2

Selanjutnya, kita bisa membandingkan PV dengan nominal pot yang didapat setiap bulannya, sebagaimana berikut:

BulanTotal PotPV
1Rp19.600.000Rp22.718.757
2Rp19.000.000Rp22.832.351
3Rp23.100.000Rp22.946.512
4Rp22.960.000Rp23.061.245
5Rp22.950.000Rp23.176.551
6Rp23.400.000Rp23.292.434
7Rp23.400.000Rp23.408.896
8Rp23.400.000Rp23.525.941
9Rp23.550.000Rp23.643.570
10Rp23.700.000Rp23.761.788
11Rp23.800.000Rp23.880.597
12Rp24.000.000Rp24.000.000
Tabel 3

Dengan perbandingan di atas, kita bisa menghitung berapa nilai tembakan tiap bulan yang sepadan agar nilai pot-nya menguntungkan (tidak lebih kecil dari PV). Caranya adalah dengan memodifikasi rumus perhitungan pot setiap bulan yang ada di Tabel 1 menjadi sebagaimana berikut:

BulanPotongan Ideal
1(Rp22.718.757 – (Rp2.000.000 × 1) – (Rp2.000.000 × 11)) / -11 = Rp116.477
2(Rp22.832.351 – (Rp2.000.000 × 2) – (Rp2.000.000 × 10)) / -10 = Rp116.765
3(Rp22.946.512 – (Rp2.000.000 × 3) – (Rp2.000.000 × 9)) / -9 = Rp117.054
4(Rp23.061.245 – (Rp2.000.000 × 4) – (Rp2.000.000 × 8)) / -8 = Rp117.344
5(Rp23.176.551 – (Rp2.000.000 × 5) – (Rp2.000.000 × 7)) / -7 = Rp117.636
6(Rp23.292.434 – (Rp2.000.000 × 6) – (Rp2.000.000 × 6)) / -6 = Rp117.928
7(Rp23.408.896 – (Rp2.000.000 × 7) – (Rp2.000.000 × 5)) / -5 = Rp118.221
8(Rp23.525.941 – (Rp2.000.000 × 8) – (Rp2.000.000 × 4)) / -4 = Rp118.515
9(Rp23.643.570 – (Rp2.000.000 × 9) – (Rp2.000.000 × 3)) / -3 = Rp118.810
10(Rp23.761.788 – (Rp2.000.000 × 10) – (Rp2.000.000 × 2)) / -2 = Rp119.106
11(Rp23.880.597 – (Rp2.000.000 × 11) – (Rp2.000.000 × 1)) / -1 = Rp119.403
12Tembakan tidak diperlukan lagi
Tabel 4

Sekarang kita tahu bagaimana melakukan tembakan yang tepat sasaran. Nominal-nominal tembakan di atas adalah angka tertinggi yang seharusnya kita ajukan untuk mendapatkan nilai pot yang tidak merugikan. Lebih tinggi seperak saja dari itu, sebaiknya lelang tidak kita lanjutkan dan biarkan anggota lain yang memenangkannya.

Itulah seni yang saya maksud. Matematika keuangan memberikan kita wawasan yang abstrak, memang, namun sangat berguna, bahkan untuk menghitung untung/rugi atau adil/tidaknya sebuah arisan, sebagaimana pernah juga saya bahas di artikel lain (silakan baca di sini).

Ini membuktikan perkataan saya di artikel itu bahwa model arisan ini merupakan model yang lebih adil ketimbang model arisan konvensional karena memungkinkan para anggotanya untuk mempertimbangkan tembakan terbaik di setiap gilirannya agar jumlah pot yang didapatkan sepadan.

Kita juga bisa memadukan konsep matematika keuangan arisan di atas dengan konsep internal rate of return (IRR) untuk lebih meyakinkan apakah arisan ini menguntungkan atau tidak.

Menggunakan sampel pemenang terakhir, kita tahu bahwa rata-rata tembakannya selama satu putaran penuh adalah 8,96%, total arus kas keluarnya adalah Rp21.850.000, dan total arus kas masuknya adalah Rp24.000.000. Sehingga, IRR bisa kita hitung dengan formula IRR = (Rp24.000.000 / Rp21.850.000) – 1 = 0,098 atau 9,8% per tahun. Masih lebih tinggi dari rata-rata inflasi per tahun yang 6%, kan?

Meski demikian, saya ingin sampaikan bahwa tulisan ini hanya untuk memberikan wawasan kepada pembacanya terkait model arisan yang lebih adil, yang mungkin banyak yang belum mengetahuinya. Pendirian saya tetap sama bahwa segala bentuk arisan tak ayalnya berutang dan tidak saya sarankan untuk dilakukan karena riskan diselewengkan.

Apa penilaian Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.