Home » Sistem Dagang dan Hukum Pasar: Dongeng Ekonomika (2)
Sistem dagang di Kerajaan Asya tidak selalu berhasil dan memerlukan sistem baru yang lebih efektif dan efisien.

Suatu pagi, seperti biasanya, Putri Asya telah siap untuk memulai aktivitasnya. Ia selalu bangun lebih awal dan melaksanakan kewajibannya tepat waktu sebelum mengerjakan semua hal lainnya di dunia ini. Kali ini fokusnya tertuju pada bagaimana masyarakat di kerajaannya bertransaksi. Ia menaruh perhatiannya pada sistem yang selama ini berjalan di balik aktivitas dagang warganya.

Ia menyadari bahwa sistem dagang di kerajaannya tidak selalu berjalan mulus. Ketika ia melihat seorang petani jagung yang ingin menjual hasil panennya dengan harga yang layak, ia tahu ada sesuatu yang salah. Putri Asya menghampiri si petani dan bertanya, “Anda ingin membawanya kemana, pak?”

“Aku ingin menjualnya untuk sekantung gandum dan beberapa ekor ikan segar, Tuan Putri,” jawab si petani.

“Berapa ekor ikan yang akan bapak dapat dengan hasil panen bapak itu?” lanjut sang putri. “Tidak tentu, Tuan Putri. Itu akan tergantung si penjual ikan. Jika dia sedang tidak menginginkan jagungku, dia mungkin akan memberiku lebih sedikit ekor ikan.” jelas si petani.

Mendengar hal tersebut, Putri Asya langsung mengumpulkan para penasihatnya. Ia langsung mengadakan rapat terbatas di istananya untuk membahas kemungkinan sistem dagang yang lebih baik untuk diterapkan.

Akan tetapi, tak ada satupun dari mereka yang dapat memberikan saran yang bagus kepada sang putri. Putri Asya kembali teringat bapak tua misterius yang pernah ia temui dulu. Ia pun memutuskan untuk kembali menemuinya.

Dengan menunggangi kuda dan dikawal beberapa prajuritnya, Putri Asya memulai perjalanannya. Ia berkuda dengan santai sambil memantau situasi setiap tempat yang ia lalui untuk mengetahui seperti apa sistem dagang di situ. Hasilnya tidak berbeda, dimana ia melihat orang-orang membawa barang-barangnya untuk ditukarkan dengan barang lain.

Ketika Putri Asya tiba di pondok kediaman si bapak tua, ia mendapati bahwa pondok tersebut kosong. Ia menunggu cukup lama sampai akhirnya bisa bertemu dengan bapak tua itu.

“Apa kabar, pak? Bapak sepertinya habis berlari terburu-buru ya, sampai ngos-ngosan begitu?” kata Putri Asya, menyapa. “Aku baik-baik saja, nak. Aku hanya sedang sedikit berolahraga,” si bapak tua menjawab. “Kali ini, apa yang membuatmu ke sini, nak?”

Putri Asya pun menceritakan apa yang ia lihat pada si petani jagung yang ingin menjual barang-barangnya dengan barang-barang lain. Ia juga menceritakan bahwa kondisi tersebut terjadi di setiap sudut kerajaannya. Ia merasa ada yang bisa ia perbaiki dari semua itu.

Sambil tersenyum, bapak tua itu melayani sang putri dengan santai, “Memangnya dimana letak kesalahannya, nak?”

“Entahlah, aku merasa orang-orang seharusnya bisa bertukar barang-barangnya dengan cara yang lebih mudah alih-alih dengan memanggulnya di bahu mereka,” Putri Asya menjelaskan dengan heran. “Lebih parahnya, tidak selamanya orang-orang menginginkan barang-barang kita, kan? Ini bisa berujung nilai tukar yang tidak adil bagi salah satu pihak,” tambah putri cantik nan cerdas itu.

“Kau memang benar-benar mirip ayahmu, ya,” si bapak tua itu berbisik lirih.

“Maaf, bapak bicara apa? Aku kurang mendengarnya tadi,” tanggap Putri Asya. Namun, bapak tua itu mengatakan bahwa itu bukan apa-apa seraya mengalihkannya kepada penjelasannya tentang sistem dagang yang seharusnya.

Dia menjelaskan bahwa sistem dagang yang sang putri lihat itu adalah sistem transaksi barter. Ini adalah sistem yang sudah sangat lama ada dan memang dinilai kurang efektif dan efisien. Sehingga, menurutnya, Kerajaan Asyalin — nama kerajaannya Putri Asya — membutuhkan sistem dagang baru dengan sebuah perantara yang bisa diterima semua orang.

Putri Asya penasaran. “Kira-kira sistem seperti apa itu, pak?” tanyanya.

“Sistem yang paling efisien adalah sistem uang,” jawab bapak tua itu. “Dengan uang, kita dapat dengan mudah menukar barang dan jasa, tanpa harus mencari orang yang membutuhkan barang atau jasa yang kita miliki.”

Putri Asya terkejut. Ia tidak pernah mendengar tentang sistem uang sebelumnya. “Apa itu uang? Bagaimana cara kerjanya?” tanyanya dengan antusias.

“Uang adalah media yang berguna sebagai alat tukar ketika kau membeli atau menjual barang atau jasa,” terang bapak tua itu. “Jadi kau tak perlu repot-repot memanggul barang-barangmu untuk ditukarkan dengan barang lain yang ingin kau beli.”

Putri Asya semakin penasaran dan menanyakan seperti apa bentuk uang itu.

“Dia bisa berupa koin yang terbuat dari emas ataupun perak,” tegas si bapak tua sembari menambahkan bahwa dia pernah mendengar tren penggunaan uang yang semakin meningkat di kerajaan-kerajaan tetangga.

Putri Asya sangat tertarik untuk bisa segera menerapkannya di kerajaannya. Hanya saja ia masih bingung bagaimana nilai dari uang itu ditentukan. Bapak tua itu pun menerangkan bahwa pemerintah kerajaan berhak menentukan nilai awal dari setiap koin yang dibuatnya. Sementara, harga barang dan jasa nantinya akan diserahkan ke masyarakat, sembari menyinggung hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomika.

“Nah, kebetulan bapak menyinggung soal itu lagi. Kali ini, tolong jelaskan padaku tentang hukum itu, ya, pak!” Putri Asya amat menekankan.

“Itu adalah hukum pasar. Hukum ini menyatakan bahwa harga suatu barang atau jasa berubah berdasarkan seberapa banyak yang tersedia (penawaran) dan seberapa banyak orang yang ingin membelinya (permintaan),” terang si bapak tua. “Ketika permintaan suatu barang tinggi dan tidak banyak tersedia, harganya akan naik. Dan ketika barang tersedia banyak dan tidak banyak orang yang mau membelinya, maka harganya akan turun.”

Putri Asya mengerti namun ia belum puas. “Sebentar, pak. Jadi sebetulnya apa yang membuat harga barang itu naik? Maksudku, ketika aku menjual jus lemon, misalnya, dengan persediaan yang tidak banyak namun banyak orang yang menginginkannya, mengapa harga jus lemonku harus naik?” katanya, menganalogikan.

“Pertanyaan yang sangat kritis, nak. Aku senang mendengarnya,” ungkap si bapak tua. Dia pun melanjutkan, “Harga jus lemonmu tidak naik dengan sendirinya, tapi kau harus menaikannya. Ini berkaitan dengan apa yang kita bahas sebelumnya, nak. Insentif. Kau ingat kan?”

Putri Asya benar-benar mengerti sekarang bahwa naiknya harga barang tersebut dikarenakan hasrat dari para penjualnya untuk meraup keuntungan yang lebih besar. Ia pun kini mengerti mengapa si penjual ikan segar mungkin memberikan lebih sedikit ekor ikan ketika petani jagung mengajaknya bertukar barang. Itu tak lain adalah karena permintaan yang tinggi dari si petani jagung.

“Andaikan ada penjual ikan segar lainnya, mungkin si petani jagung bisa mendapatkan harga yang layak, ya pak?” tanya putri cerdas itu.

“Betul, nak! Inilah pentingnya persaingan yang sehat dalam bisnis. Kita bisa terhindar dari kesewenangan yang timbul dari praktik monopoli,” si bapak tua menjawab.

“Eeiitt..! Aku tahu kau pasti akan menanyakan apa monopoli itu kan?” bapak tua itu memotong sebelum Putri Asya bertanya. Sang putri hanya bisa mengangguk malu. “Tidak hari ini, nak. Kita tidak boleh melenceng terlalu jauh dari sistem uang yang sedang kita bahas,” tegas bapak tua itu sambil tersenyum.

“Sekarang, kau hanya perlu meyakinkan masyarakatmu untuk beralih ke sistem yang baru itu, nak. Gunakanlah alat tukar yang dapat diterima oleh semua orang, seperti emas dan perak. Hanya dengan begitu kampanye ini dapat berhasil,” katanya.

“Baiklah. Karena ini akan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, aku harus memberi tahu ayahku terlebih dahulu sebelum menerapkannya,” Putri Asya menanggapi.

Bapak tua itu mengangguk sambil berkata dalam hatinya, “(Ayahmu juga seorang ekonom, nak. Dia pasti lebih mengerti dariku.)”

Matahari mulai terbenam. Langit menjadi berwarna oranye di satu sisi dan gelap di sisi lainnya. Putri Asya sudah paham bahwa si bapak tua akan memintanya pulang. Namun kali ini ia tidak ingin melewatkan satu pertanyaan penting.

“Aku merasa sangat berterima kasih untuk sekali lagi. Tapi, sebetulnya kita belum berkenalan. Aku Putri Asya, anak sulung dari Raja Aldi dan Ratu Ei. Siapa nama Anda, pak?” tanya Putri Asya.

“Aku bukan siapa-siapa, nak. Kau tidak akan pernah rugi jika kau tidak tahu namaku. Dan kau tak perlu memperkenalkan dirimu. Dari awal aku sudah tahu bahwa kau pasti seorang putri dari kerajaan yang berkuasa di wilayah ini. Suatu kehormatan bagiku untuk menerimamu di sini, Tuan Putri,” kata bapak tua itu dengan rendah hati.

Putri Asya memahaminya dan tidak ingin memaksa. Namun, sebelum mengakhiri percakapan hari ini, ia menawarkan satu hal kepada bapak tua itu, “Maukah bapak menjadi bagian di istanaku? Aku membutuhkan penasihat seperti bapak.”

Si bapak tua itu menolak halus meskipun dia dijanjikan dengan gaji yang sangat tinggi. Dia lebih senang menjadi dirinya seperti saat ini dan mempersilakan Putri Asya untuk selalu kembali jika ia membutuhkan sesuatu.

Mereka pun lalu berpamitan dan Putri Asya segera kembali ke istananya.

Setibanya di istana, ia langsung menghadap sang ayah dan menjelaskan apa yang ia pelajari hari ini. Ketika Putri Asya menceritakan tentang sistem uang, ayahnya terkesima dan berkata, “Kamu sudah belajar sangat banyak, sayang. Papa bangga padamu.”

Raja pun menyetujui rencana sang putri untuk segera menerapkan sistem uang di seluruh wilayah kerajaannya. Tak butuh waktu lama, masyarakat mulai terbiasa menggunakan koin emas dan perak yang dicetak secara resmi oleh pemerintah dengan simbol kerajaan di tengahnya.

Ketika Putri Asya memantau perkembangan sistem baru tersebut, ia mendapati aktivitas di pasar menjadi lebih efektif dan efisien. Ia tak lagi melihat orang memanggul barang-barangnya untuk ditukarkan dengan barang-barang lainnya. Ia pun melihat kali ini orang-orang bisa bertransaksi apapun dengan siapapun.

Tak sengaja, di situ ia bertemu lagi dengan petani jagung yang sebelumnya pernah ia temui. Si petani jagung langsung menyanjung sang putri yang sebetulnya sudah menyamar agar tidak diketahui, “Terima kasih, Tuan Putri. Kau dan ayahmu berhasil membuat perdagangan kami menjadi lebih mudah. Kami sangat terbantu.”

Percakapan itu kemudian disambut baik oleh orang-orang sekitar yang juga menyadari kehadiran sang putri. Mereka pun ikut menyanjungnya, “Terima kasih, Tuan Putri. Anda luar biasa!”

Para pengawal kerajaan terpaksa turut melepaskan penyamarannya dan mengamankan sang putri dikarenakan kerumunan warga yang semakin membeludak. Putri Asya ikut senang. Ia tak sungkan menyalami tangan warganya satu per satu sebelum kembali ke istananya.

Sekali lagi, Putri Asya menjadi sosok yang dielu-elukan di seluruh penjuru kerajaan. Nama kerajaannya pun menjadi harum di kerajaan-kerajaan lain. (Bersambung)


Artikel ini merupakan bagian dari Serial Dongeng Ekonomika yang dibuat secara khusus pada blog ini. | Baca juga tulisan sebelumnya [Putri Asya dan Keajaiban Ekonomika: Sebuah Dongeng Permulaan] dan tulisan selanjutnya [Inflasi dan Deflasi: Dongeng Ekonomika (3)]

Apa penilaian Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.