Home » Catatan Keuangan: Cermin Amanah Diri
Catatan keuangan adalah cermin seorang yang amanah.

Belum terlalu lama ini, saya merilis sebuah artikel berjudul “Apa Alasan Anda Belum Mencatat Keuangan Anda?” Tulisan itu muncul dari kegelisahan saya melihat banyak orang yang belum memiliki perhatian sama sekali terhadap catatan keuangan pribadi mereka. Padahal, tak jarang mereka dihadapkan pada kondisi yang memerlukan mereka mengingat-ingat ke mana uang mereka dikeluarkan.

Sangat menggelitik bagi saya mendengar orang-orang di sekitar saya berkata, “Waktu itu gue beli barang ini berapaan ya?” Atau, ketika mereka sedang iseng melihat mutasi banknya, “Kok bulan lalu ada uang keluar gede banget. Itu untuk apaan ya?”

Kocak rasanya melihat wajah mereka dengan posisi bola mata yang mengarah ke kiri atas, seolah sedang menerawang jauh ke belakang untuk mengingat-ingat transaksinya. Padahal ujungnya, mereka tetap tidak ingat.

Kekocakan ini, meskipun terkadang dibutuhkan untuk hiburan, seharusnya tidak perlu terjadi jika mereka memiliki catatan keuangan. Mereka bisa tinggal telusur di catatan itu berdasarkan waktu atau nominalnya. Semudah itu.

Kecuali otak Anda memiliki memori yang sangat besar seperti Dr. Zakir Naik atau tokoh lainnya dalam daftar pemenang World Memory Championships, mestinya Anda menyadari betapa pentingnya catatan keuangan itu.

Jujurlah pada diri sendiri. Pernah tidak Anda mengalami kondisi seperti contoh yang saya singgung di atas? Jika iya, artinya catatan tersebut memang penting.

Kesibukan atau kemalasan Anda sama sekali tidak menggugurkan pentingnya catatan itu. Jadi, mohon jangan banyak alasan dan mencampur-adukkan mereka.

Dan, mari bersikap konsisten. Jangan di satu sisi Anda sangat ingin meraih berbagai tujuan finansial Anda. Namun di sisi lainnya, Anda abai dengan detailnya. Ini sikap yang tidak konsisten, tidak benar.

Di mana letak tanggung jawab Anda sebagai individu yang mendapatkan amanah mengelola uang kalau sikap Anda seperti itu? Ingat, dalam setiap rupiah yang kita terima, ada tanggung jawab yang melekat.

Bagi sebagian orang, mungkin uang hanya dianggap sebagai alat tukar atau alat untuk memenuhi kebutuhan. Namun bagi mereka yang merenungi makna keberadaan uang lebih jauh, setiap pemasukan dan pengeluaran mencerminkan bagaimana kita memperlakukan rezeki yang telah dipercayakan kepada kita.

Mencatat keuangan adalah bentuk penghormatan terhadap rezeki tersebut.

Bayangkan jika Anda diberikan amanah untuk menjaga barang milik orang lain. Pasti Anda akan berhati-hati, mencatatnya dengan rinci, dan melaporkannya dengan jujur. Lantas, mengapa saat mengelola uang milik sendiri—yang juga merupakan titipan dari Allah dan hasil kerja keras Anda—Anda justru sering abai?

Ini bukan soal siapa Anda: pebisnis atau bukan, atau akuntan atau bukan. Ini hanya soal pola pikir dan kebiasaan.

Jangan salah. Banyak rekan-rekan seprofesi saya (akuntan) yang juga tidak memiliki catatan keuangan pribadinya. Ini betul-betul cerminan kekonyolan tersendiri bagi saya, karena mereka bersusah payah mengawal akuntabilitas dan kredibilitas laporan keuangan pihak lain (perusahaan/klien), tapi mereka abai dengan keuangan diri sendiri.

Tindakan mereka itu memang tidak mesti disebut kemunafikan, melainkan bisa dibilang paradoks inkonsistensi. Ini yang dalam bidang psikologi disebut disonansi kognitif, yaitu ketidakselarasan antara pengetahuan, keyakinan, dan tindakan seseorang.

Kita hidup di zaman yang serba praktis. Jika dahulu orang tua kita harus mencatat uang dengan buku besar–dalam arti yang sebenarnya, sekarang kita cukup melakukannya dari ponsel pintar kita. Kita hanya perlu kesadaran diri untuk bertanggung jawab dengan keuangan kita, titipan dari Allah itu.

(Saya pernah menuliskan aplikasi-aplikasi keuangan yang berguna dalam hal ini, silakan Anda baca di link ini.)

Ini adalah kebiasaan dasar yang seharusnya dimiliki setiap orang dewasa yang ingin bertanggung jawab terhadap hidupnya. Mencatat keuangan adalah cermin amanah diri—ia menunjukkan seberapa jauh kita mampu menjaga dan mengelola titipan yang diberikan kepada kita.

Jika selama ini Anda selalu bertanya-tanya mengapa uang Anda terasa tak pernah cukup meskipun gaji Anda besar, barangkali jawabannya hanya ada pada kedisiplinan dalam mencatat dan mengelola keuangan: dari catatan itu, Anda akan tahu pos mana saja yang perlu Anda evaluasi.

Jadi, mari membiasakan diri untuk mencatat keuangan pribadi. Ini adalah langkah kecil yang dampaknya besar, dan kita sendiri yang akan merasakan manfaatnya.

Apa penilaian Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.