
Sesuatu yang teoretis tidak selalu berarti empiris. Dalam ekonomika, misalnya, terdapat berbagai hal yang mungkin bisa digapai secara teoretis, namun tidak secara praktis. Saya mengistilahkannya sebagai “kemungkinan yang tak mungkin (impossible possibilities)” dalam ekonomika.
Apa yang akan kita bahas di sini pada dasarnya adalah hal-hal mendasar dalam ilmu ekonomi atau ekonomika, yang siapapun bisa memahaminya. Bagaimanapun, ekonomi adalah satu dari empat pilar penting dalam ketatanegaraan, yang mestinya menjadi perhatian kita semua. Sehingga, sudah sepatutnya kita memahaminya dengan baik, paling tidak pada hal yang sifatnya mendasar.
Hal yang sama saya sampaikan pada artikel terdahulu di blog ini, yang dapat membantu Anda memahami hal-hal fundamental dalam ekonomika. Anda bisa membacanya di link ini.
Kali ini, saya mencoba kembali membantu Anda memahami hal-hal fundamental tersebut dengan teknik yang sedikit berbeda, yaitu dengan memberitahu Anda apa saja kemungkinan yang tak mungkin dicapai dalam ekonomika. Paling tidak, terdapat tujuh kemungkinan yang tak mungkin, sebagai berikut:
1. Pengangguran Nol
Kita sering mendengar berita tentang naik/turunnya tingkat pengangguran suatu negara. Namun, pernahkah Anda mendengar sebuah negara dengan tingkat pengangguran nol persen (zero unemployment)? Saya yakin, Anda tidak pernah mendengarnya (dan tidak akan pernah).
Sangat tidak mungkin ada negara yang bisa mencapai tingkat pengangguran 0%. Bahkan di negara yang paling makmur dan stabil sekalipun, akan selalu ada tingkat pengangguran tertentu karena beberapa faktor berikut:
- Pengangguran friksional (frictional unemployment): Ini terjadi ketika orang-orang sedang dalam masa transisi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, mencari peluang baru.
- Pengangguran struktural (structural unemployment): Ini terjadi ketika ekonomi terdisrupsi, karena kemajuan teknologi misalnya, yang membuat pekerjaan tertentu menjadi usang.
- Pengangguran siklis (cyclical unemployment): Hal ini disebabkan oleh naik turunnya ekonomi secara alami, seperti resesi atau penurunan ekonomi.
Jenis pengangguran ini sering disebut sebagai “tingkat pengangguran alamiah” dan dianggap tidak dapat dihindari. Jadi, meskipun negara-negara dapat berusaha untuk mengurangi pengangguran, mencapai tingkat pengangguran 0% tidaklah mungkin dan bahkan mungkin tidak diinginkan, karena hal ini dapat mengindikasikan ekonomi yang terlalu ‘panas’ atau kondisi tenaga kerja yang tidak berkelanjutan.
2. Pertumbuhan Ekonomi tanpa Batas dengan Sumber Daya yang Terbatas
Frasa di atas mengacu pada gagasan bahwa banyak negara berupaya mencapai pertumbuhan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, yang diukur dengan indikator-indikator seperti Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini sering kali melibatkan peningkatan penggunaan sumber daya alam, seperti bahan mentah, energi, dan lahan.
Namun masalahnya, sumber daya alam itu terbatas dan bisa habis. Oleh karena itu, upaya untuk menggapai pertumbuhan ekonomi yang tak terbatas tanpa mempertimbangkan sifat sumber daya yang terbatas dapat menyebabkan masalah substansial dalam jangka panjang.
Misalkan ada sebuah negara yang ekonominya sangat bergantung pada produksi dan ekspor minyak. Negara terus meningkatkan ekstraksi dan konsumsi minyaknya untuk mempertahankan pertumbuhannya. Namun, karena minyak adalah sumber daya yang terbatas, pada akhirnya minyak akan habis atau secara ekonomi tidak layak untuk diekstraksi.
Penipisan ini dapat mengakibatkan beberapa konsekuensi bagi negara tersebut berupa penurunan produksi minyak, ketidakstabilan ekonomi, dan daya saing yang lebih rendah. Semua konsekuensi ini akan menurunkan kinerja ekonominya.
Itulah sebabnya kita mendengar sebuah negara kaya minyak di Timur Tengah ingin membuka diri dan mendiversifikasi sumber penghasilannya secara besar-besaran, dari minyak ke produk-produk lainnya.
Contoh ini menunjukkan bagaimana menyandarkan ekonomi pada sumber daya yang terbatas dapat berisiko dan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Fokus pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek dapat mengaburkan kebutuhan akan diversifikasi, inovasi, dan investasi pada sumber daya terbarukan, yang sangat penting untuk memastikan stabilitas dan ketahanan ekonomi jangka panjang.
3. Pasar Efisien Sempurna
Poin mengacu pada kondisi pasar teoretis di mana semua informasi yang relevan tersedia untuk semua pelaku pasar, dan harga aset sepenuhnya mencerminkan informasi ini setiap saat. Dalam skenario ideal ini, tidak mungkin bagi investor untuk secara konsisten mengungguli pasar atau mendapatkan keuntungan melalui informasi orang dalam.
Namun, nyatanya, pasar efisien sering kali terbentur oleh berbagai faktor, seperti informasi asimetris, bias perilaku, manipulasi pasar, dan biaya transaksi serta persoalan likuiditas.
Sebagai akibatnya, pasar dalam dunia nyata sering dianggap “tidak efisien” pada tingkat tertentu, yang berarti bahwa harga aset mungkin tidak selalu secara akurat mencerminkan nilai fundamental yang sebenarnya. Hal ini menciptakan peluang bagi investor untuk mendapatkan keuntungan dari ketidakefisienan pasar melalui strategi seperti value investing atau perdagangan arbitrase.
Terkait hal ini, Anda bisa membacanya secara lebih komprehensif di artikel saya terdahulu, di sini.
4. Pemerataan Kekayaan
Konsep “pemerataan kekayaan” mengacu pada situasi di mana semua individu dalam suatu masyarakat memperoleh porsi yang sama dalam hal kekayaan atau sumber daya. Hal ini merupakan kemungkinan yang tak mungkin dalam ekonomi karena berbagai faktor, seperti:
- Perbedaan dalam kemampuan dan keterampilan: Setiap orang memiliki bakat, keterampilan, dan kemampuan yang berbeda, yang dapat menghasilkan tingkat pendapatan dan kekayaan yang berbeda-beda.
- Warisan dan silsilah keluarga: Kekayaan dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang menyebabkan ketidaksetaraan dalam distribusi kekayaan.
- Kekuatan pasar: Dalam ekonomi pasar bebas, beberapa individu atau bisnis mungkin lebih sukses daripada yang lain karena faktor-faktor seperti inovasi, kewirausahaan, atau keberuntungan, yang mengarah pada distribusi kekayaan yang tidak merata.
- Ketimpangan struktural: Faktor-faktor kelembagaan, seperti diskriminasi, akses yang tidak setara terhadap pendidikan, dan kesempatan yang tidak setara juga dapat berkontribusi pada ketimpangan kekayaan.
Jadi, jika ada yang berpikir mengapa dunia ini tidak adil karena bersandar pada teori kesenjangan 1% orang terkaya dunia dan 99% populasi lainnya, orang tersebut harus mulai membuka diri dengan kanyataan bahwa seperti inilah ekonomi kita bekerja.
Menyedihkan ya? Begitulah adanya! Bahkan Einstein pun mengkritik sistem ekonomi ini.
5. Persaingan Sempurna
Persaingan sempurna adalah teori ekonomi yang menggambarkan struktur pasar dengan beberapa kondisi ideal, seperti produk yang homogen, bebas hambatan berbisnis, dan bebas informasi asimetris.
Kenyataannya, produk-produk hampir pasti terdiferensiasi, baik melalui perbedaan kualitas, merek, atau strategi pemasaran. Kemudian, banyak usaha memiliki hambatan yang signifikan untuk masuk ke pasar, seperti biaya awal yang tinggi, loyalitas merek, atau rintangan regulasi. Informasi juga tidak selalu tersedia secara bebas atau terdistribusi secara merata di antara para pelaku pasar.
Itulah mengapa teori ini masuk sebagai kemungkinan yang tak mungkin. Sebagian besar pasar di dunia nyatanya berada di dalam spektrum antara persaingan sempurna dan monopoli.
Jadi, meskipun persaingan sempurna memberikan tolok ukur yang baik untuk mengevaluasi efisiensi pasar, sangat penting untuk menyadari bahwa pasar yang sebenarnya dapat menyimpang dari model yang ideal ini.
6. Efisiensi Pareto
Ini adalah konsep ekonomi yang diambil dari nama ekonom Italia, Vilfredo Pareto. Konsep ini merujuk pada situasi di mana tidak ada seorang pun yang bisa menjadi lebih baik tanpa membuat orang lain menjadi lebih buruk.
Dengan kata lain, ini adalah keadaan di mana sumber daya dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan satu individu tanpa berdampak negatif pada kesejahteraan setidaknya satu individu lainnya.
Mirip zero-sum game theory ya? Iya, sedikit. Pada dasarnya, mereka adalah dua konsep yang berbeda. Izinkan saya membahas hal ini di kesempatan lain, oke?
Efisiensi Pareto sering digunakan sebagai kriteria untuk mengevaluasi efisiensi pasar atau sistem ekonomi. Namun, mencapai efisiensi Pareto yang sempurna secara umum dianggap sebagai kemungkinan yang tak mungkin karena beberapa alasan:
- Sumber daya yang terbatas: Dalam dunia nyata, sumber daya sangat terbatas, dan tidak selalu memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan setiap orang secara bersamaan.
- Kepentingan yang saling bertentangan: Individu dan kelompok mungkin memiliki tujuan atau preferensi yang saling bertentangan, sehingga sulit untuk mencapai hasil yang menguntungkan semua orang.
- Informasi yang asimetris atau tidak lengkap: Orang-orang mungkin tidak memiliki informasi yang sempurna tentang preferensi mereka sendiri, preferensi orang lain, atau konsekuensi dari tindakan mereka, yang menyebabkan alokasi sumber daya menjadi tidak optimal.
Terlepas dari tantangan-tantangan di atas, efisiensi Pareto tetap menjadi konsep penting dalam ekonomi, karena memberikan tolok ukur untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan ekonomi dan proses pengambilan keputusan. Dengan mengupayakan hasil yang mendekati efisiensi Pareto, para pembuat kebijakan dapat memaksimalkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dan meminimalkan berbagai dampak negatif.
7. Perpajakan yang Optimal
Perpajakan yang optimal adalah konsep teoritis dalam ilmu ekonomi yang bertujuan untuk merancang sistem perpajakan yang memaksimalkan kesejahteraan sosial dan efisiensi ekonomi. Idenya adalah menetapkan tarif pajak pada tingkat yang meminimalkan distorsi dalam perekonomian dan memberikan pendapatan yang diperlukan untuk pengeluaran pemerintah untuk barang publik, infrastruktur, dan program-program sosial.
Namun, menemukan tarif pajak optimal yang tepat dianggap sebagai kemungkinan yang tak mungkin karena kompleksitas ekonomi, tujuan yang saling bertentangan dari beragam pemangku kepentingan, dan sulitnya untuk secara akurat memprediksi dampak pajak terhadap perilaku pasar (masyarakat).
Itulah ketujuh kemungkinan yang tak mungkin yang paling sering terdengar, menurut saya. Apakah Anda punya poin yang lainnya? Tolong beri tahu saya di kolom komentar, sehingga kita bisa membahasnya lebih lanjut.