Ungkapan bahwa niat baik itu tak selamanya berujung baik barangkali cukup relevan bagi kita sebagai umat manusia. Kita semua pernah mengalami situasi di mana niatan baik kita berujung pada konsekuensi yang tidak kita harapkan, meskipun hanya pada urusan yang sepele, kan? Hal ini sering diistilahkan sebagai “efek kobra” yang merujuk pada kisah penjajahan bangsa Inggris di India.
Pada tahun 1920-an, pemerintah kolonial Inggris di India prihatin dengan banyaknya kasus gigitan ular kobra di kota Delhi. Untuk mengatasi masalah ini, mereka menawarkan hadiah untuk setiap ular kobra yang diserahkan. Namun, hal ini malah menjadi bumerang, karena orang-orang justru mulai mengembangbiakkan ular kobra untuk mendapatkan hadiah. Dengan kata lain, upaya pemerintah untuk mengatasi masalah gigitan ular kobra malah memperburuk masalah.
Kisah ini benar-benar dapat dijadikan refleksi bagi para pembuat kebijakan atau pemberi insentif agar memperhitungkan berbagai kemungkinan konsekuensi dari tindakannya dengan cermat.
Banyak contoh kebijakan/insentif yang memiliki efek kobra pada akhirnya yang bisa kita bahas, yang dalam ekonomika lebih dikenal dengan sebutan “perserve incentives,” namun mari kita bahas dari yang ringan-ringan dulu. Sebutlah insentif “buy one, get one free” yang diberikan sebuah perusahaan komersial untuk produk-produknya.
Sekilas mungkin insentif ini terlihat tidak mengandung risiko sama sekali ya? Namun jika dipahami lebih jauh, pada tingkat tertentu, ini bisa menjadi celah bagi orang-orang untuk memborong dan menjualnya kembali demi keuntungan pribadi. Apalagi jika, meskipun rasanya kurang logis dari sudut pandang ekonomika, insentif itu diberikan untuk barang-barang primer.
Lantas, apa kerugian bagi si perusahaan sekalipun kondisi tersebut benar-benar terjadi? Tentu selain kehilangan pendapatan, ini bisa berimbas pada reputasi perusahaan tatkala produk yang dijual kembali itu sampai kepada pelanggan akhir dalam kondisi yang tidak baik.
Beralih ke contoh lain di level pengambilan kebijakan yang lebih tinggi, pemerintah suatu negara pernah mengeluarkan kebijakan diskriminasi harga (price discrimination) atas barang yang notabene-nya vital bagi masyarakat, yaitu bahan bakar minyak (BBM). Ini dilakukan dengan memberikan harga BBM yang lebih murah di beberapa wilayah tertentu guna membantu perekonomian masyarakat mereka.
Insentif ini sekilas nampak bagus untuk dilakukan karena memang dapat membantu menstimulasi aktivitas ekonomi di wilayah-wilayah tersebut, yang dapat mengarah pada investasi dan pertumbuhan yang lebih besar. Namun, dalam jangka panjang, diskriminasi harga ini dapat menyebabkan perekonomian mereka kurang kompetitif dan kurang dinamis, yang pada akhirnya dapat merugikan perekonomian negara secara keseluruhan.
Inilah efek kobra atau perserve incentives, dan ini tidak hanya berlaku pada urusan-urusan ekonomi. Ini dapat berlaku pada aktivitas terkecil kita sehari-hari.
Namun, jangan salah artikan ini sebagai pembenaran untuk tidak memberikan insentif atau melakukan hal-hal baik sama sekali. Ini hanya sebagai refleksi bahwa setiap tindakan, khususnya di tingkat pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidup banyak orang, haruslah dilakukan secara cermat dan hati-hati.
Kita mungkin memiliki suatu idealisme, tapi mengharapkan dunia ini senantiasa bekerja sesuai keinginan kita bukanlah hal yang ideal. Ini perlu dipahami agar kita selalu bertindak dengan landasan sudut pandang yang beragam. Inilah kecermatan dan kehati-hatian.
Jadi, marilah kita jadi pribadi yang cermat dan hati-hati. Sisi baik dan buruk atas suatu tindakan memang merupakan sebuah keniscayaan, tapi menghindari dampak terburuk dari efek kobra adalah sebuah pilihan, menurut saya.