
Mendengar teori relativitas dan kontribusi Albert Einstein dalam bidang fisika bukanlah hal yang asing bagi kita. Namun, besar kemungkinan Anda akan terkejut ketika mendengar hubungan antara Einstein dan ekonomi Islam: keduanya memiliki visi yang sama tentang bunga dan riba, seakan-akan Einstein sedang menembus teorinya sendiri.
Visinya tentang bunga dan riba sebetulnya adalah bagian yang lebih sempit dari visinya tentang ekonomi secara umum. Kita bisa melihatnya dalam bukunya yang berjudul “The World as I See It,” sebuah buku yang menarik sekaligus perlu dibaca dengan hati-hati dan kritis oleh para pembaca muslim.
Anda akan mengerti mengapa saya mengakatan demikian apabila Anda sudah membacanya. Namun yang bisa saya tegaskan, apa yang dia bicarakan soal bunga dan riba sangatlah sejalan dengan apa yang Islam ajarkan kepada umatnya.
Itulah yang mengejutkan. Mendengar Einstein berbicara tentang ekonomi saja sudah cukup mengejutkan sebetulnya. Apalagi lagi ketika mendengar ia berbicara soal bunga dan riba yang sejalan dengan ajaran Islam.
Frasa “Einstein dan Islam” mungkin sangatlah tabu jika kita hanya mengacu pada latar belakang keyakinannya. Einstein adalah seorang sekuler agnostik keturunan Yahudi. Ia juga pendukung gerakan Zionis Israel yang menjajah Palestina.
Akan tetapi, pandangannya yang menentang bunga dan riba, bahkan kapitalisme, patut kita hargai (atau, minimal, kita jadikan refleksi). Bagaimana ilmuwan sekaliber Einstein saja bisa “menerima” konsep-konsep ekonomi Islam? Pertanyaan itu seharusnya muncul di benak kita.
Einstein mengatakan dalam bukunya itu bahwa sistem bunga adalah sistem yang tidak adil dan zalim. Dia juga berpendapat bahwa sistem bunga pada dasarnya adalah sistem eksploitasi karena mereka yang memiliki uang dapat meminjamkannya dan mendapatkan bunga, sementara mereka yang membutuhkan uang harus membayar bunga untuk meminjamnya.
Hal ini menciptakan siklus ketimpangan, di mana mereka yang sudah memiliki uang dapat mengumpulkan lebih banyak uang, sementara mereka yang membutuhkan semakin dirugikan. Dia juga berpendapat bahwa bunga adalah bentuk riba, yang secara moral salah.
Menjelaskan riba secara lebih mendalam dari perspektif syariat Islam memang bukan kompetensi saya. Namun, sebagai seorang muslim, saya tahu dan meyakini bahwa riba memanglah haram dan merupakan dosa besar. Einstein yang bukan seorang muslim saja, dengan perspektif pribadinya itu, bahkan mengakuinya.
Lebih menariknya, apa yang ia sodorkan sebagai solusi dari bunga dan riba dalam buku itu pun merefleksikan nilai-nilai Islam dengan sangat baik. Dia berpendapat bahwa uang harus diperlakukan sebagai alat untuk memfasilitasi pertukaran, bukan sebagai aset yang diperdagangkan.
Itu artinya, uang tidak boleh dipinjamkan dengan bunga atau ditukarkan dengan selisih nilai, tetapi harus dicetak dan didistribusikan oleh otoritas pusat, seperti pemerintah atau bank sentral. Itu juga berarti bahwa pendapatan dari bunga akan digantikan oleh suatu bentuk pendapatan dasar (basic income), yang disediakan oleh otoritas pusat.
Pendapatan dasar ini akan didistribusikan secara merata kepada semua anggota masyarakat, tanpa memandang kekayaan atau pendapatan individu mereka. Einstein percaya bahwa sistem ini akan mendorong keadilan ekonomi dan mengurangi ketimpangan.
Seorang muslim pasti tahu apa yang Einstein sampaikan itu adalah mirip cara kerja distribusi harta dalam konsep zakat. Benar-benar mengejutkan mengetahui kesamaan visi antara Einstein dan Islam ini, kan?
Lalu, apakah perspektif ini yang harusnya diterapkan dalam tatanan ekonomi global saat ini dan nanti? Jujur saja, saya berharap iya. Namun, ini akan menjadi bahasan lain yang panjang.
Yang jelas, konvergensi yang menarik antara Einstein dan Islam menunjukkan suatu relevansi yang universal dan mengingatkan kita untuk memeriksa kembali asumsi-asumsi kita tentang sistem dan praktik ekonomi yang ada.