Home ยป Uang Restitusi kok Dianggap Prestasi?
Uang restitusi seharusnya disimpan dan digunakan untuk hal yang produktif
Ilustrasi sebuah tim sedang merayakan uang restitusi dengan cara makan-makan.

Pada suatu hari di sebuah perusahaan yang tak bisa saya sebutkan namanya, nampak senyum merekah di wajah segelintir orang di divisi keuangan. Kala itu mereka baru mendapati ada uang yang cukup besar masuk di salah satu rekening perusahaan. Ternyata itu adalah uang yang dinanti-nanti–uang restitusi pajak.

Merekahnya senyum segelintir orang tadi bukanlah tanpa alasan. Selain karena jumlah uang masuk yang besar itu, ini adalah tanda kelegaan mereka setelah melewati proses panjang dalam memperjuangkan restitusi.

Sederhananya, restitusi adalah pengembalian uang atas kelebihan pajak yang kita bayarkan ke negara. Setiap Wajib Pajak (WP), badan maupun orang pribadi, yang mengalami lebih bayar pajak selama satu tahun pajak berhak mengajukannya.

Akan tetapi, untuk mendapatkannya tidaklah mudah. WP harus rela diperiksa terlebih dahulu oleh Kantor Pajak guna memastikan kebenaran transaksi-transaksi, akurasi perhitungan, dan kepatuhan perpajakannya.

Harus saya akui, ini menjadi bagian yang menyita waktu, tenaga, dan pikiran, sehingga, mestinya, semua orang bisa memaklumi senyuman orang-orang tadi. Namun, apa yang terjadi selanjutnya merupakan sesuatu yang, mungkin, sebagian besar orang sukar mengerti.

Ternyata ada sesuatu yang mereka (segelintir orang yang senyum tadi) harapkan di balik semua itu: makan-makan pasca restitusi. Inilah makna sebenarnya di balik senyuman mereka.

Kegiatan makan-makan ini sudah berjalan beberapa kali, sejalan dengan restitusi yang juga diajukan beberapa tahun belakangan. Sehingga, sepertinya, sudah pantas kalau kondisi ini disebut sebagai tradisi.

Tradisi makan-makan bersama rekan kerja sama sekali bukan hal yang aneh. Tapi, logika yang mendasarinya juga penting untuk diperhatikan. Dan, logika dasar di balik tradisi makan-makan uang restitusi ini memang sukar dimengerti jika dilihat dari kacamata orang non-akuntan.

Seperti yang saya katakan tadi, tradisi ini berkamuflase di balik proses panjang restitusi, sehingga terkesan wajar jika diadakan. Tapi, bagi akuntan yang akalnya masih sehat, tradisi ini aneh.

Misalkan seseorang yang belanja di warung seharga Rp15 ribu dengan uang Rp20 ribu, kemudian ia girang segirang-girangnya karena mendapatkan kembalian Rp5 ribu. Apakah kegirangannya itu make sense?

Misalkan lagi: Anda tinggal di kos-kosan yang harga per bulannya Rp50 juta (mirip dengan yang di berita ya?). Ketentuan dari mami kosnya: Anda harus bayar dimuka untuk enam bulan sekaligus, yaitu Rp300 juta. Setelah berjalan, ternyata Anda memutuskan berhenti di bulan keempat dan berhak mendapatkan pengembalian sebesar Rp100 juta atas sisa dua bulannya.

Apakah lantas Anda girang dan merayakan uang kembalian itu dengan teman-teman Anda? Mestinya sih tidak karena uang itu harus Anda gunakan lagi untuk mencari tempat kos baru, yang mungkin di sana (tempat antah-berantah) harga pasarannya tidak jauh berbeda.

Seperti itulah analogi restitusi pajak. Uang yang perusahaan dapatkan dari restitusi sama sekali bukan uang yang dihasilkan dari nilai tambah bisnis–itu hanya uang kembalian.

Justru, karena restitusi bisa menjadi pertanda kinerja perusahaan yang merugi, uang itu harusnya disimpan dan digunakan untuk hal-hal yang produktif.

Sehingga, menjadi anomali dan tidak logis kalau uang restitusi harus dirayakan. Apalagi jika sifatnya konsumtif dan yang merayakannya hanya segelintir orang, bukan keseluruhan pegawai.

Jadi, kalau ditanya apakah restitusi itu sebuah prestasi, jawabannya: bukan.

Prestasi itu kalau perusahaan berhasil mendapatkan fresh money dari nilai tambah bisnis, bukan uang kembalian. Saya sudah memberikan analoginya, sisanya tinggal pakai logika saja.

Tulisan ini sekaligus menjadi penjelasan bagi mereka yang bertanya mengapa saya tidak pernah mengikuti tradisi tersebut. Semoga menjawab.

Apa penilaian Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.