
Bagi para penggemar sepak bola nama Manchester United pasti sudah tidak asing di mata mereka. Dengan segudang prestasi yang dimiliki, klub berjulukan “The Red Devil” ini mampu memikat hati siapa saja yang mengikuti perjalanannya. Tidak hanya di tempat asalnya Inggris Raya, Setan Merah pun mampu menarik perhatian pecinta sepak bola sampai ke Asia termasuk Indonesia. Apakah Anda salah satunya?
Anda mungkin menjadi salah satu saksi dijualnya “MU” (singkatan Manchester United) oleh sang pemilik, Glazer Family. By the way, sebelum terlalu jauh, sudah tau kan kalau klub tersebut “dijual”? Kalau belum, sekarang tak kasih tau deh nih. Walau tidak sepenuhnya, MU resmi dijual oleh keluarga Glazer dalam bentuk kepemilikan saham (shares) di bursa New York (NYSE) pada Kamis, 9 Agustus 2012. Dengan demikian, MU menjadi klub sepak bola pertama di dunia yang mencatatkan namanya di lantai bursa. Sebut saja mereka ‘penggemar karbitan’, bagi para penggemar MU yang tidak tahu akan hal ini. Hehehe just kidding!
Keputusan ini (menjual saham klub) menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat Inggris khususnya warga Manchester. Sebagian besar pendukung MU menolak klub kesayangan mereka dijual. Mereka bahkan mendesak klub tersebut “dipindah-tangankan” dari keluarga Glazer kepada pendukung kaya raya yang tergabung dalam “The Rich Supporters of Man. Utd.“
Menjadi pertanyaan, mengapa klub sepak bola sekelas MU dijual begitu saja tanpa mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang? Seperti pertimbangan pasar global yang kian tidak menentu misalnya. Hal ini jelas menyakiti hati pendukung setia mereka. Keluarga Glazer terkesan hanya ingin memperkaya diri tanpa memikirkan nasib klub dengan perspektif jangka panjangnya. Itulah yang ada di benak para pendukung dan menjadi permasalahan hingga saat ini.
ANALISIS
Pada dasarnya, suatu usaha mencatatkan namanya di bursa saham (IPO) dengan maksud mendapatkan dana segar yang dapat digunakan untuk keperluan korporasinya. Suatu usaha akan menarik minat para investor apabila tujuan dilakukannya IPO (Initial Public Offering) adalah untuk kepentingan ekspansi. Sedangkan, perusahaan yang melakukan IPO dengan maksud membayar utang akan ditinggalkan oleh investor.
Terkait dengan MU, apa sebetulnya yang menjadi tujuan mereka mencari dana segar dengan melakukan IPO? Apakah untuk ekspansi bisnis ataukah untuk membayar utang? Sangat menarik, ternyata perwakilan keluarga Glazer yakni Joel Glazer mengumumkan tujuan mereka melakukan IPO adalah untuk keperluan utang. Nah lo?! Terus gimana ya nasib saham mereka? Coba perhatikan gambar di bawah!

Terlihat pada gambar di atas, MU melakukan IPO dengan harga pembukaan sebesar $14 (candle paling kiri) setara dengan Rp133.000 (kurs 1 US$ = 9500 IDR). Walaupun sempat mencapai harga tertingginya di kisaran $15,20, sampai sejauh ini (sampai tulisan ini dibuat) saham MU mengalami penurunan atau tren bearish dan ditutup di level $12,72 (candle paling kanan). Dikatakan bearish karena secara kasat mata dari pojok kiri ke pojok kanan harga terus bergerak turun. Lalu, apakah ini berarti saham MU tidak menarik di mata para investor? Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terkait hal ini.
Pertama, maksud dan tujuan yang tidak jelas membuat investor enggan berlama-lama mengoleksi saham klub yang dimanajeri oleh Sir Alex ini. Seperti yang sudah disinggung di atas, Joel Glazer mewakili keluarganya–yang notabene pemilik MU–mengumumkan bahwasannya dana segar yang didapat dari IPO tersebut akan digunakan untuk menekan utang yang senilai £600 juta lebih atau setara Rp9.294.780.000.000 (Rp9,29 Trilyun; kurs 1 pounds = 15.491 IDR). Sekedar informasi, utang MU tersebut terdiri atas dua paket pinjaman yang didapat dari bank di Inggris dan jatuh tempo pada tahun 2017 (sumber: NASDAQ).
Seperti dijelaskan pada gambar di atas, saham MU dilepas dengan harga awal $14,00 dan dengan Outstanding Shares (saham yang beredar) sebesar 16,6 juta lembar. Dengan ini pihak Glazer berhak atas dana segar sebesar $233 juta atau Rp22,13 Milyar. Dana yang hanya 0,3% dari total utang tersebut ternyata tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk menekan ratio utang mereka melainkan hanya separuhnya saja atau sebesar $116,5 juta. Sedangkan sisanya masuk ke kantong pribadi keluarga Glazer. Faktor inilah yang kemungkinan besar menjadi penyebab saham MU yang kian merosot dan tidak pernah ditutup di atas level harga IPO-nya.
Faktor kedua adalah bursanya. Glazer memilih mencatatkan klub yang mereka miliki tersebut di bursa New York Stock Exchange (NYSE). Banyak yang bertanya-tanya dalam hal ini, mengapa Glazer lebih memilih Amerika yang notabene olah raga sepak bola konvensional bisa dikatakan kurang populer di sana, mengapa tidak di bursa yang memiliki antusiasme tinggi terhadap sepak bola seperti bursa saham London, atau mungkin bursa saham Asia? Seperti yang kita tahu, di Amerika, olah raga sepak bola (football) kalah populer jika dibanding dengan sepak bola ala Amerika (American Football).

Ketiga mengenai Robin Van Persie. Pengamat menilai gaji yang diterima Van Persie terlampau tinggi atau paling tidak di luar ekspektasi. Van Persie menerima sekitar £235.000 (Rp3,5 Milyar) per pekan . Nilai tersebut dinilai tidak sesuai dengan keadaan yang mengharuskan manajemen membayar ratio utang setiap bulannya. Belum lagi jika beban gaji seluruh pemain yang ada diakumulasikan.
Lalu dengan ini, apakah saham MU tidak bisa terkerek sampai di atas level IPO-nya? Jawabannya bergantung pada bagaimana cara manajemen mengatur beban (expense) yang ada dan mengelola utangnya. Saya percaya manajemen MU sudah melakukan yang semaksimal mungkin untuk menekan utangnya. Bahkan George Soros yang dikenal sebagai raja investor dari Amrik pun ikut berpartisipasi dalam kepemilikan saham MU tersebut. Mungkin ini boleh dibilang salah satu cara manajemen untuk memikat investor lain membeli saham mereka di NYSE. Hehe!