Home » Tujuh Ekonom Paling Berpengaruh
7 ekonom berpengaruh versi aldigozali.com

Seperti halnya sains, ekonomika adalah bidang ilmu yang melahirkan banyak terobosan. Ekonom-ekonom terdahulu mampu memberikan sumbangsih pemikiran yang signifikansinya hingga kini masih bisa dirasakan. Terdapat banyak sekali ekonom yang bisa kita bahas, namun ada tujuh yang menurut saya kontribusinya paling berpengaruh.

Siapa saja? Berikut ulasan saya:

1. Ibnu Khaldun (1332-1406)

Ibnu Khaldun merupakan seorang keturunan bangsawan yang berasal dari Bani Khaldun, sebuah kelompok asal Spanyol yang hijrah ke Tunisia. Ia, bisa dibilang, adalah ekonom muslim berpengaruh yang paling terlupakan. Pemikirannya justru merefleksikan pemikiran-pemikiran para ekonom setelahnya yang menjadi pijakan pada ekonomika modern. Ibrahim Oweiss, seorang profesor ekonomi dari Universitas Georgetown, bahkan menyebutnya sebagai The Father of Economics.

Mahakarya Khaldun, Al-Muqaddimah (1377), adalah bukti betapa gagasannya tentang ekonomika klasik masih relevan hingga saat ini. Salah satunya adalah gagasannya tentang pembagian kerja (division of labor) — sebuah gagasan yang malah digambarkan lebih melekat pada citra seorang ekonom barat yang lahir 346 tahun setelahnya, Adam Smith. Dalam karyanya itu, Khaldun menulis:

“Adalah di luar batas kemampuan seseorang saja untuk melakukan semua hal, atau (bahkan) sebagian, sendirian. Dengan demikian, dia tidak dapat melakukannya tanpa gabungan banyak kekuatan dari sesama makhluk, jika dia ingin mendapatkan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk mereka. Melalui kerjasama, kebutuhan sejumlah orang, yang berkali-kali lipat lebih besar daripada (jumlah) mereka sendiri, dapat dipenuhi.”

(1:89)

Ratusan tahun kemudian, Smith menulis hal serupa dengan ilustrasi sebuah bengkel paku, dimana, menurutnya, bahkan untuk membuat sebuah paku, seseorang tidak akan mampu melakukannya sendirian. Pembagian kerja diperlukan paling tidak untuk tugas memotong besi, meluruskan besi, memoles besi, meruncingkan besi, menempelkan kepala paku, dan seterusnya.

Dalam pandangan Khaldun, kerjasama tersebut diperlukan untuk kelangsungan hidup, dan, dari kelebihan barang yang dihasilkan dari kerjasama yang efektif, buruh dapat berdagang dengan penduduk kota/negara asing. Gagasan ini yang menjadi cikal bakal konsep perdagangan internasional saat ini — yang nyatanya ditulis juga oleh Smith.

Oleh sebab itu, menurut Khaldun, sumber utama kekayaan suatu negara berasal dari efektivitas kinerja dan ketersediaan buruh, bukan emas ataupun perak. Ia mengemukakan:

“Masyarakat umum berpikir bahwa kemakmuran orang-orang adalah hasil dari jumlah yang besar dari properti yang mereka miliki, atau dari keberadaan tambang emas dan perak di negara mereka dalam jumlah yang lebih besar (daripada di tempat lain)… peradaban menghasilkan keuntungan besar karena banyaknya tenaga kerja (yang tersedia), yang merupakan penyebab (keuntungan).”

(4:280-281)

Ini adalah sebuah gagasan yang sangat menarik hingga Adam Smith pun mengonfirmasinya (katakanlah demikian). Ia mengatakannya dengan cukup mirip:

“Bukan dengan emas atau perak, tetapi dengan tenaga kerja, semua kekayaan dunia berasal; dan nilainya, bagi mereka yang memilikinya, dan yang ingin menukarnya dengan beberapa produksi baru, persis sama dengan kuantitas kerja yang dapat mereka beli atau perintahkan.”

(Wealth of Nations: I:5)

Sejatinya karya Khaldun sangat padat dan kaya, dan juga mengeksplorasi penawaran dan permintaan, bagaimana pertumbuhan penduduk memengaruhi ekonomi, dan teori pajak — semua gagasan yang dianggap inovatif dan sangat menarik hingga para ekonom barat menulis hal yang serupa beberapa abad setelahnya.

2. Adam Smith (1723-1790)

Adam Smith adalah seorang ekonom asal Inggris dan penulis buku yang sangat berpengaruh yang berjudul Wealth of Nations. Dari bukunya tersebutlah kemudian istilah-istilah seperti invisible hand dan laissez-faire menjadi beken.

Selain gagasan-gagasannya yang mirip dengan milik Ibnu Khaldun tadi, konsep pasar bebas menjadi atribut yang melekat pada Smith. Menurutnya, konsep pasar bebas (free market) sangat efisien untuk dijadikan sebagai model ekonomi sebuah negara. Ia menggagas bahwa pasar bebas dapat membawa persaingan yang ketat bagi dunia usaha dan membatasi para pengusaha untuk bertindak semena-mena sehingga memaksa mereka, secara tidak langsung, untuk bertindak dengan cara yang optimal secara sosial — seolah-olah mereka digerakkan oleh tangan tak kasat mata (invisible hand -red).

Singkatnya, ketika hanya ada satu penjual roti di pasar, ruang untuk praktik monopoli akan menjadi sangat luas. Si penjual roti bisa dengan leluasa memainkan harga rotinya mengingat masyarakat sangat membutuhkannya dan mereka tidak memiliki alternatif lain. Dengan konsep pasar bebas, siapapun boleh berpartisipasi menjual roti sehingga menciptakan persaingan di kalangan para penjualnya dan mencegah mereka bertindak semena-mena, terkecuali mereka ingin kehilangan para pelanggannya.

Dengan kata lain, masih menurut dia, pasar bebas mampu mengorganisir berbagai macam hal secara efisien lebih dari yang mampu dilakukan orang manapun. Membatasinya hanya akan membuat pasar tidak bekerja dengan semestinya. Oleh karenanya konsepnya itu mengharuskan masyarakat untuk dibiarkan bebas sebebas-bebasnya — yang dalam bahasa Perancis diistilahkan laissez-faire.

3. David Ricardo (1772-1823)

Ekonom berpengaruh selanjutnya adalah David Ricardo. Ia menemukan konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) dan berpendapat bahwa perdagangan internasional adalah situasi yang saling menguntungkan (win-win situation) bagi negara-negara yang terlibat

Konsep keunggulan komparatif menghancurkan kehormatan konsep merkantilisme, teori keliru di balik praktik kolonialisme yang melihat perdagangan hanya secara sepihak yang akibatnya melahirkan pendapat bahwa perdagangan harus dibuat untuk menguntungkan negara penjajah dengan mengorbankan koloninya.

Ricardo dengan tepat menganalisis fenomena ekonomi hasil yang semakin berkurang (diminishing returns), yang menjelaskan mengapa biaya cenderung meningkat saat perusahaan menaikkan tingkat produksi. Dia juga pendukung awal yang kuat dari teori kuantitas uang (quantity of money), sebuah gagasan bahwa meningkatkan jumlah uang beredar meningkatkan harga-harga.

4. Karl Marx (1818-1863)

Karl Marx adalah ekonom asal Prusia (saat ini Jerman) yang terkemuka di kalangan kaum sosialis abad ke-19. Dikarenakan para pendukung ide-ide Marxisnya berkuasa di lusinan negara selama abad ke-20, dia sudah tentu adalah salah satu ekonom paling berpengaruh yang pernah hidup.

Kontribusi intelektual Marx yang paling penting adalah gagasannya bahwa kapitalisme adalah bentuk organisasi sosial produktif yang unik secara historis. Dalam bukunya Das Capital, ia menganalisis kapitalisme sebagai bentuk baru dari organisasi sosial dan ekonomi yang didasarkan pada akumulasi modal dan produksi pabrik.

Pemikirannya itu selalu didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat terbagi atas dua golongan, yaitu masyarakat pemilik modal dan bukan pemilik modal; dan masyarakat tuan tanah dan bukan tuan tanah. Dia menyebut pemilik modal/tanah/pabrik sebagai kapitalis dan berargumen bahwa mereka akan dipaksa untuk mengeksploitasi buruh yang bekerja di perusahaan/atas tanah/pabrik mereka.

Menurutnya, kemampuan para pengusaha terletak pada kemampuan mereka dalam memanfaatkan nilai lebih dan produktivitas buruh yang dipekerjakan. Nilai lebih yang dimaksud adalah selisih antara nilai produktivitas buruh dan upah buruh yang kemudian menjadi keuntungan bagi para pengusaha.

Oleh karenanya, dia percaya bahwa satu-satunya kapitalis yang akan bertahan dan bisnisnya akan bertumbuh adalah mereka yang membayar para buruhnya dengan upah minimum (bahkan paling minimum hingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer buruh). Jadi, bahkan ketika produktivitas dan output meningkat dengan cepat, upah para buruh tidak akan pernah bisa naik, terkecuali terjadi pengambilalihan kekuasaan oleh kaum buruh.

Tentu saja sekarang paham totalitariannya itu terbukti salah. Kita tahu bagaimana upah para buruh/pekerja terus meningkat dari waktu ke waktu menyesuaikan dengan inflasi dan inovasi teknologi. Perkembangan teknologi meningkatkan kemampuan dan produktivitas buruh, yang pada akhirnya meningkatkan daya tawar mereka di hadapan para pemilik modal (kapitalis -red).

Terbatasnya pasokan (supply) buruh berkemampuan tinggi adalah sebuah fakta yang mematahkan pemikiran Marx itu.

5. Alfred Marshall (1842-1942)

Alfred Marshall dianggap sebagai ekonom berpengaruh selanjutnya karena penemuannya terkait metode penawaran (supply) dan permintaan (demand) dalam menganalisis pasar. Dengan mengaplikasikan ilmu matematika pada teori ekonomi, dia secara jelas menunjukkan perbedaan antara pergeseran pada kurva penawaran dan permintaan dan pergerakan sepanjang kurva penawaran dan permintaan. Dia membuat prediksi yang revolusioner bahwa harga pasar akan berada pada titik dimana kurva penawaran dan permintaan saling memotong, yang kemudian disebut titik ekuilibrium.

Marshall pun kemudian menyadari bahwa dengan membandingkan titik di sepanjang kurva permintaan dan penawaran dengan harga pasar, ia dapat mengukur manfaat yang diperoleh konsumen dan produsen dari transaksi pasar. Manfaat ini adalah surplus konsumen (consumer surplus) dan surplus produsen (producer surplus), dan jumlah dari keduanya disebut surplus ekonomi total (total economic surplus).

6. John Maynard Keynes (1883-1946)

Kalau Anda pernah mendengar istilah “Keynesian,” itu artinya Anda sudah familiar dengan ekonom bernama John Maynard Keynes. Terlepas dari Anda paham atau tidak tentang motivasi sebenarnya, minimal kosa kata itu bisa menjadi pengantar bagi Anda untuk menerka gambaran ekonomi model Keynes.

Keynes adalah tokoh ekonomi politik penemu konsep ekonomi makro modern dan ide penggunaan stimulus ekonomi pemerintah dalam mengatasi resesi. Idenya paling tenar ketika digunakan dalam merespons fenomena the Great Depression pada tahun 1930an.

Ia menilai fenomena itu terjadi lantaran runtuhnya gairah masyarakat dalam membelanjakan uangnya pada barang dan jasa. Dia juga menilai kebijakan moneter saja tidak cukup untuk mengobati kondisi ekonomi yang “berdarah-darah” itu. Ia kemudian menyimpulkan bahwa satu-satunya solusi yang tersisa untuk mengatasi kondisi tersebut adalah kebijakan fiskal.

Keynes percaya bahwa langkah terbaik mengatasinya adalah dengan memberikan bantuan atau stimulus yang dapat meningkatkan belanja pada barang dan jasa dalam rangka mendorong kembali aktivitas dan laju ekonomi. Sejak saat itu idenya itu banyak dijadikan sandaran pemerintah berbagai negara dalam mengatasi resesi ekonomi. Sebagai contoh buah pemikirannya itu adalah ketika negeri Wakanda menyalurkan BLT (atau BSU, terserahlah) kepada masyarakat dalam rangka merespons lesunya pertumbuhan ekonomi akibat Covid-19.

Keynes juga mempopulerkan teori the paradox of thrift. Dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest, and Money, ia mengatakan bahwa meningkatnya penghematan atau tabungan yang dilakukan masyarakat (rumah tangga konsumsi dan rumah tangga produksi) akan mengakibatkan berkurangnya tingkat konsumsi yang berdampak pada penurunan permintaan agregat (aggregate demand).

7. Milton Friedman (1912-2006)

Seperti halnya David Ricardo, Milton Friedman adalah pendukung teori kuantitas uang. Ia meyakinkan para ekonom bahwa teori tersebut, yang menjelaskan tentang inflasi yang berkelanjutan adalah hasil dari peningkatan yang berkelanjutan atas pencetakan uang, adalah benar adanya. Hal ini menaruh batasan pada penggunaan kebijakan moneter dalam menstimulus ekonomi.

Sedikit berbeda dengan Keynes, Friedman berpendapat bahwa fenomena the Great Depression dan segala penderitaannya itu adalah hasil dari terlalu ketatnya persediaan uang yang menjaga tingkat suku bunga terlampau tinggi. Diagnosisnya itu saat ini telah menjadi penjelasan standar tentang penyebab fenomena the Great Depression, menggeser pengaruh doktrin Keynes tentang stimulus fiskal dalam mengatasi resesi. Diagnosis Friedman juga mengantarkan para ekonom dalam menyimpulkan bahwa kebijakan moneter lebih penting dari kebijakan fiskal dalam meregulasi ekonomi dan mencegah resesi.

Jika Anda familiar dengan istilah quantitative easing saat krisis keuangan di Amerika Serikat tahun 2008, selamat, Anda telah mendapati salah satu buah pemikiran Friedman itu.

Apa penilaian Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.