Saat dunia beralih ke otomatisasi dan gig economy, banyak yang bertanya-tanya seperti apa masa depan ekonomi dunia. Banyak pula yang kemudian mengaitkannya dengan program universal basic income (UBI) atau penghasilan dasar universal. Tapi apa dampaknya terhadap ekonomi, terkhusus lapangan kerja?
Anda mungkin bertanya-tanya, apa program UBI itu kan? UBI adalah sebuah program yang memberikan dana tunai kepada semua warga dalam suatu negara atau daerah, terlepas dari kondisi kemiskinan atau kondisi pekerjaan yang ada. Sederhananya, ini adalah gaji yang diberikan negara kepada semua warganya secara cuma-cuma.
Tujuan dari program ini adalah untuk menjamin bahwa setiap warga memiliki akses ke dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan.
Program ini dianggap sebagai sebuah cara untuk mengurangi kemiskinan dan memberikan fleksibilitas bagi orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan atau yang bekerja secara tidak tetap atau serabutan. Namun, ada juga beberapa pertanyaan tentang efektivitas dan biaya dari UBI, serta bagaimana program tersebut akan diimplementasikan secara praktis.
Pendukung UBI berpendapat bahwa program ini dapat memberikan jaring pengaman bagi pekerja yang sedang berjuang untuk mendapatkan pekerjaan tetap atau yang bekerja dalam pekerjaan yang tidak tetap atau bergaji rendah.
Dengan memberikan jaminan penghasilan, program ini dapat memberikan keamanan dan kebebasan finansial kepada orang-orang untuk mengejar minat mereka atau memulai bisnis mereka sendiri, yang berpotensi mengarah pada peningkatan kewirausahaan dan inovasi.
Di sisi lain, kritikusnya berpendapat bahwa program UBI dapat mendisinsentifkan pekerjaan, karena orang mungkin menjadi kurang termotivasi untuk mencari pekerjaan jika sudah menerima penghasilan tetap.
Untuk lebih memahami potensi dampak program ini terhadap dunia kerja, ada baiknya kita melihat contoh yang sudah ada. Finlandia, misalnya, melakukan percobaan dua tahun dengan UBI di mana sekelompok individu yang menganggur menerima gaji bulanan sebesar €560 (atau setara Rp9,2 juta) secara cuma-cuma.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa program ini tidak secara signifikan meningkatkan tingkat lapangan kerja, namun menyebabkan peningkatan kesejahteraan dan kesehatan mental penerima secara keseluruhan. Meskipun hanya melibatkan sekelompok kecil orang, eksperimen ini menawarkan beberapa wawasan tentang efek potensial program UBI terhadap pekerjaan dan kualitas hidup.
Percobaan serupa pun dilakukan di Belanda. Pada tahun 2019, kota Utrecht di negeri kincir angin itu meluncurkan program percontohan untuk menguji keefektifan UBI. Program ini memberikan penghasilan dasar sebesar €960 (atau setara Rp15,8 juta) kepada sekelompok kecil warga untuk jangka waktu dua tahun.
Hasilnya pun terbilang sama dengan Finlandia, yaitu temuan awal menunjukkan bahwa program tersebut berdampak positif pada kesehatan mental dan kesejahteraan peserta, dan tidak secara signifikan mengurangi maupun meningkatkan partisipasi pasar tenaga kerja mereka.
Sementara percobaan program tersebut di Finlandia dan Belanda tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam dunia kerja, penting untuk dicatat bahwa hal ini masih dapat memberikan dampak positif dengan cara lain.
Misalnya, program UBI dapat menyediakan bantalan keuangan bagi pekerja yang berada dalam pekerjaan tidak tetap atau bergaji rendah, memungkinkan mereka bernegosiasi untuk mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik atau mencari peluang dengan gaji lebih tinggi. Program ini juga dapat memungkinkan orang untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan yang dapat mengarah pada peluang kerja yang lebih baik dalam jangka panjang.
Singkatnya, sementara program ini mungkin tidak secara langsung meningkatkan tingkat lapangan kerja, hal ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi pekerja dan membantu meningkatkan kualitas pekerjaan.
Tentu saja, hal ini bukannya tanpa kritik — bahwa hal ini dapat membuat orang enggan mencari pekerjaan. Beberapa orang khawatir bahwa UBI dapat menciptakan budaya ketergantungan, karena orang mungkin bergantung pada penghasilan tetap yang cuma-cuma dan kehilangan motivasi untuk bekerja. Yang lain berpendapat bahwa program ini dapat menyebabkan inflasi karena peningkatan daya beli penerimanya dapat menaikkan harga-harga.
Penting, memang, untuk mempertimbangkan kekhawatiran ini, tetapi tak kalah penting untuk membuka diri terhadap peluang bahwa program ini berpotensi mengatasi beberapa penyebab pengangguran, seperti kurangnya kesempatan kerja atau kesenjangan antara keterampilan pekerja dan kebutuhan pemberi kerja.
Dengan menyediakan jaring pengaman serta mendukung pendidikan dan pelatihan, program ini dapat membantu menciptakan bursa kerja yang lebih dinamis dan inklusif. Saat dunia bergulat dengan tantangan otomatisasi dan gig economy (ekonomi paruh waktu), program UBI dapat menjadi salah satu solusi untuk membantu memastikan bahwa setiap orang memiliki keamanan finansial tingkat dasar.
Selagi dampak pasti dari program ini terhadap ekonomi masih harus dilihat, jelas bahwa UBI dapat memiliki implikasi yang signifikan terhadap cara kita berpikir tentang pekerjaan dan peran negara dalam menyediakan kesejahteraan warganya.
Karena semakin banyak negara mengeksplorasi kemungkinan penerapan program ini, penting untuk turut memantau dan mengevaluasi hasilnya dengan hati-hati untuk menentukan apakah hal ini adalah cara yang layak dan efektif untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan di abad ke-21.
Mempertimbangkan Program UBI di Indonesia
Seiring dengan berkembangnya diskursus tentang UBI, tidak ada salahnya untuk turut mempertimbangkan potensi penerapan program ini di Indonesia.
Mengingat tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi di negara ini dan tantangan yang dihadapi oleh banyak pekerja di sektor informal, program ini dapat menjadi salah satu cara untuk menyediakan jaring pengaman dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Meskipun pasti ada tantangan untuk mengimplementasikannya di Indonesia, program ini bisa menjadi alternatif untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan sejahtera. Jika Indonesia ingin mengimplementasikan program semacam ini, penting untuk mempertimbangkan tantangan dan manfaat dari program semacam itu.
Seperti sudah saya singgung di atas, UBI dapat menyediakan jaring pengaman yang sangat dibutuhkan bagi para pekerja Indonesia yang sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan atau yang pekerjaannya tidak menentu atau bergaji rendah. Dengan memberikan jaminan penghasilan, program ini dapat memberikan keamanan dan kebebasan finansial kepada orang-orang untuk mengejar minat mereka atau memulai bisnis mereka sendiri, yang berpotensi mengarah pada peningkatan kewirausahaan dan inovasi.
Di sisi lain, pelaksanaannya di Indonesia akan membutuhkan sumber daya dan perencanaan yang signifikan, termasuk menemukan sumber pendanaan yang berkelanjutan dan memastikan bahwa program ini tepat sasaran dan efektif. Tantangan dan manfaat ini patut dipertimbangkan saat Indonesia menggali potensi UBI untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan.
Kesimpulannya, UBI bisa menjadi solusi yang menjanjikan, namun penting untuk mempertimbangkan dengan hati-hati tantangan dari program tersebut. Karena perdebatan tentang hal ini terus berkembang, penting bagi Indonesia untuk secara seksama memantau dan mengevaluasi hasil penerapannya di negara lain dan menyesuaikannya dengan kebutuhan dan konteks perekonomian dan masyarakat Indonesia.
Meskipun tidak ada istilah one for all solution untuk kemiskinan dan ketimpangan, UBI dapat menjadi alat penting dalam memerangi masalah yang terus-menerus ini, dan tidak ada salahnya mengeksplorasi potensi program ini dalam konteks Indonesia.
Lantas, apa syaratnya sebuah negara, atau dalam hal ini Indonesia, untuk bisa menjalankan program semacam ini? Ini akan beragam dan mungkin berdinamika dari waktu ke waktu, tapi secara umum syarat tersebut, antara lain:
- Kepastian tentang sumber dana: UBI membutuhkan sumber dana yang cukup untuk membiayai program tersebut. Negara yang ingin menerapkannya harus memastikan bahwa sumber dana yang tersedia cukup untuk membiayai program tersebut secara terus-menerus.
- Sistem pembayaran yang efektif: Negara harus memiliki sistem pembayaran yang efektif dan terintegrasi, agar dana dapat dibayarkan dengan tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan.
- Payung hukum yang baik: Negara yang ingin menerapkan UBI harus memiliki payung hukum yang baik dan kuat berupa undang-undang agar penegakannya berjalan lancar dan dananya tidak disalahgunakan atau diberikan kepada orang-orang yang tidak memenuhi syarat.
- Monitoring dan evaluasi: Negara harus memiliki mekanisme monitoring dan evaluasi yang efektif untuk mengevaluasi penerapannya.
Sekali lagi, saat Indonesia melihat ke depan, penting untuk mempertimbangkan semua opsi yang ada untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan. UBI dapat menjadi salah satu cara untuk menyediakan jaring pengaman dan meningkatkan kualitas hidup warga negara Indonesia, namun juga penting untuk mempertimbangkan dengan cermat tantangan program semacam itu.
Dengan adanya potensi pergantian presiden di Indonesia pada tahun 2024, menjadi sangat menarik untuk melihat bagaimana isu UBI ini dijadikan komoditas politik dari pihak-pihak yang berkompetisi, apakah itu pihak Anies Baswedan, karena saat tulisan ini dibuat baru beliau yang resmi diusung sebagai calon presiden, atau pihak yang lainnya.
Terlepas dari semua itu, jelas bahwa mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan akan menjadi tantangan utama bagi Indonesia abad ini. Maka, penting untuk melanjutkan diskursus dan mempertimbangkan semua opsi yang tersedia untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan sejahtera.