Rencana merger PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I-IV nampaknya sudah sangat dekat dengan realisasinya. Saat ini keempat entitas tengah merampungkan proses standarisasi dan integrasi operasinya. Jika tiba saatnya nanti, merger empat badan usaha milik negara (BUMN) kepelabuhanan ini akan menjadi satu di antara megaintegrasi yang pernah ada di Indonesia.
Jika kembali pada premis transportasi adalah urat nadi perekonomian dan berkaca pada data Logistics Performance Index (LPI) Bank Dunia, rasanya langkah ini memang dibutuhkan untuk perbaikan. Bagaimanapun sektor logistik dan transportasi memiliki keterkaitan yang sangat erat dan kepelabuhanan menjadi subsektor penunjang yang vital dalam konteks pembangunan ekonomi negara kepulauan seperti Indonesia.
Disebut dalam data itu, Indonesia menjadi salah satu negara dengan biaya logistik termahal, yakni sekitar 24 persen dari produk domestik brutonya (PDB). Sementara negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura memiliki biaya yang lebih rendah, yakni masing-masing sekitar 20 persen, 13 persen, dan 8 persen.
Tentu ini menjadi momok bagi dunia usaha nasional mengingat hal tersebut dapat memengaruhi persepsi para pelakunya. Investor asing, misalnya, akan berpikir sepuluh kali untuk menanamkan modalnya di Indonesia mengingat biaya logistik di negara-negara tetangga jauh lebih seksi.
Selain itu, biaya logistik yang mahal ini akan turut memengaruhi daya saing Indonesia di kancah global. Sebagaimana laporan dari International Institute for Management Development (IMD), daya saing Indonesia tahun 2020 menduduki peringkat ke-40 dari 63 negara yang diukur. Salah satu faktor yang digunakan dalam pengukuran tersebut adalah efisiensi bisnis, yang tentunya mahalnya biaya logistik sangat memengaruhinya. Dalam hal ini, kita pun masih tertinggal dari tiga negara tetangga tadi.
Mengacu data di atas, mestinya perbaikan/transformasi, khususnya di subsektor kepelabuhanan, menjadi suatu keniscayaan yang diarahkan pada peningkatan ketahanan nasional agar mampu mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
- Menjadi jembatan penghubung berbagai daerah/wilayah/pulau di seluruh nusantara;
- Mewujudkan pembangunan yang merata di seluruh wilayah nusantara;
- Meningkatkan daya saing nasional;
- Mendukung Sistem Logistik Nasional (Sislognas);
- Mendukung kekuatan bangsa dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dengan menyatukan empat Pelindo tadi, saya rasa itu dapat menjadi langkah maju yang signifikan bagi Indonesia dalam menggapai kesemua tujuan tersebut.
Pertama, konektivitas berbagai wilayah nusantara akan tercipta secara lebih baik dengan terintegrasi dan terstandarisasinya pengelolaan pelabuhan-pelabuhan. Sehingga, kedua, pengelolaan yang terstandarisasi itu dapat membawa pemerataan bagi pembangunan di seluruh wilayah tanah air melalui kegiatan dan perlakuan ekonomi yang adil.
Ketiga, daya saing Indonesia diharapkan dapat turut terungkit seiring dengan perbaikan kinerja dan penurunan biaya-biaya di area-area pelabuhan pasca merger sehingga biaya logistik menjadi lebih efisien dan meningkatkan daya tawar kita terhadap jalur-jalur pelayaran (shipping lines) global serta menciptakan iklim investasi yang seksi dan kompetitif.
Seiring dengan itu, keempat, perpindahan barang diharapkan dapat berjalan lebih lancar, khususnya dari sisi angkutan laut (dermaga, alat bongkar/muat, area penumpukan sementara, dan alat perpindahan antarmoda), sehingga turut mendukung Sislognas yang efektif dalam rangka mewujudkan Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yang mampu menghasilkan distribusi penumpang dan barang yang efisien ke seluruh wilayah NKRI.
Kelima, sebetulnya ini sudah menjadi harapan saya pribadi (atau mungkin kita bersama) sedari dulu, yakni, bersatunya Pelindo dapat memuluskan dan menyempurnakan pengembangan pola transportasi maritim melalui penerapan konsep wilayah depan (front land) dan wilayah dalam (hinterland) nusantara sehingga memperkokoh kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional secara khusus serta ketahanan nasional secara menyeluruh.
Tren lalu lintas barang internasional yang semakin meningkat adalah fakta yang perlu diperhatikan secara cermat. Gagalnya Indonesia dalam menggapai tujuan-tujuan di atas dapat membuka ruang bagi para operator asing untuk menguasai sektor laut nasional.
Kita sudah tentu tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Oleh karenanya saya menilai apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam hal menyatukan empat Pelindo ini adalah langkah yang sangat relevan dan wajib terlaksana.
Bersatunya Pelindo bisa menjadi kado berharga di usia kemerdekaan Indonesia yang ke-76 ini. Slogan “Pelindo bersatu, Indonesia maju” pun berpeluang besar untuk tidak hanya menjadi sebatas retorika, namun juga sebuah realita.
Berhubung momen ini masih dalam suasana hari kemerdekaan negara kita dan belum adanya info yang jelas terkait nama atas gabungan Pelindo ini nanti, kiranya perlu juga dipikirkan sebuah nama yang bisa mengangkat jati diri. Sebagaimana “Indonesia Raya”-nya Wage Rudolf Supratman yang penuh arti dan terus menjadi kebanggaan negeri, Pelabuhan Indonesia Raya sepertinya menjadi nama yang baik untuk diberi.