Bersamaan dengan tibanya Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1445 hijriah, harga emas mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di level $2.365 per troy ons. Ini adalah penantian panjang para pecinta emas setelah harga aset ini cenderung bergerak menyamping sejak tahun 2020. Namun, mungkinkah ini menjadi akhir dari penantian?
Kilas Balik Harga Emas sebelum 2024
Sebagaimana kita tahu, emas sempat mengalami reli yang cukup panjang dari tahun 2018 hingga 2020, yang puncaknya adalah di Agustus 2020. Sejak saat itu, harga emas seolah kehabisan tenaga untuk melanjutkan relinya dan hanya terkonsolidasi (ranging) selama sekitar dua setengah tahun.
Itu bukanlah ranging harga emas yang pertama kali. Ranging yang lebih lama pernah terjadi di periode tahun 2014 hingga 2019, dimana saat itu emas menghadapi tantangan berupa nilai dolar Amerika Serikat (AS) yang relatif kuat, peningkatan suku bunga secara gradual oleh bank sentral AS The Fed, dan cenderung lemahnya permintaan fisik emas dari pasar utamanya seperti Tiongkok dan India.
Beruntung, fitrah ekonomi membuat kondisi tersebut tidak bersifat permanen. Investor emas bisa kembali tersenyum ketika harga emas menunjukkan terobosan (breakthrough) di Juni 2019. Saat itu, harga emas terdorong oleh berbagai isu seperti eskalasi perang dagang AS-Tiongkok, pembelian emas oleh bank sentral negara-negara utama, dan sikap dovish dari The Fed yang terbuka untuk menurunkan suku bunga.
Senyuman para pecinta emas menjadi lebih lebar ketika Covid-19 mulai mewabah di seluruh dunia pada awal tahun 2020, yang membuat ketidakpastian ekonomi menjadi lebih besar dan mendorong lebih banyak orang untuk mengalihkan uangnya ke safe haven seperti emas.
Meskipun saya yakin bahwa tak satupun dari kita berharap wabah semacam itu terjadi, kondisi itu membuat harga emas mencapai rekor tertinggi pada saat itu, sebelum akhirnya, di pertengahan tahun 2020, kembali tertekan oleh respons pandemi dari negara-negara besar untuk memulihkan ekonomi mereka. Sejak saat itulah harga emas cenderung ranging di kisaran $1.700 – $2.000 selama kurang lebih dua setengah tahun.
Outlook Harga Emas Pasca Rekor Tertinggi April 2024
Saat tulisan ini disusun (11 April 2024), harga emas sedang berada di level $2.332, di mana dua hari sebelumnya harga emas sempat menyentuh rekor tertingginya sepanjang sejarah di $2.365. Apa yang membuatnya melambung itu adalah kombinasi dari berbagai faktor, baik fundamental maupun teknikal.
Dari segi fundamental, pendorong utama harga emas selama beberapa bulan terakhir adalah kebijakan The Fed yang diperkirakan akan memangkas suku bunga di kuartal tiga atau empat tahun ini. Pemangkasan ini, lazimnya, akan membuat nilai dolar AS melemah, yang dapat diartikan secara terbalik sebagai penguatan harga emas.
Apabila pemangkasan ini benar dilakukan, pasar akan lebih mudah mendapatkan pinjaman, yang nantinya akan membuatnya dibanjiri oleh uang, sehingga nilai dolar AS akan menyusut karena kelebihan pasokan. Emas, sebagai safe haven, akan kembali menjadi incaran ketika itu terjadi.
Menariknya, pelaku pasar sering kali sudah menentukan sikap lebih dulu (pricing in) sebelum sebuah berita resmi dirilis. Itulah mengapa harga emas bisa melambung lebih dulu sebelum pemangkasan oleh The Fed itu resmi dilakukan.
Fenomena ini bukanlah hal yang aneh apabila kita merujuk pada adagium lama Wall Street “Buy the rumors, sell the facts.” Namun, tetap saja ekspektasi kebijakan The Fed itu bukan sebuah faktor tunggal dalam hal ini.
Peningkatan harga emas juga didukung oleh pembelian bank sentral dalam rangka diversifikasi aset cadangan di tengah kekhawatiran geopolitik. Bank-bank sentral tercatat membeli 1.037 ton emas tahun lalu, sedikit di bawah level tertinggi sepanjang masa di tahun 2022.
Meskipun dengan laju yang lebih lambat dari sebelumnya, bank-bank sentral terus menambah kepemilikan emas mereka di bulan Februari 2024, menambah 19 ton secara neto ke dalam brankas mereka. Ini menandai pertumbuhan bulan kesembilan berturut-turut, menurut data terbaru dari World Gold Council.
Minat Tiongkok terhadap emas juga masih sangat kuat, dengan People’s Bank of China tercatat membeli emas untuk cadangannya selama 17 bulan berturut-turut di bulan Maret 2024. Ini membuat aset cadangan mereka di bulan itu naik ke level tertinggi sejak November 2015.
Faktor geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina, Israel-Hamas, dan tensi tinggi AS-Tiongkok juga dapat memengaruhi harga emas secara signifikan karena investor sering kali beralih ke logam mulia sebagai tempat berlindung yang aman selama masa ketidakpastian dan ketidakstabilan.
Faktor-faktor fundamental di atas, lazimnya akan menopang harga emas untuk terus bergerak naik, apalagi dengan rilis risalah pertemuan para pejabat The Fed bulan ini yang memperkuat dugaan bahwa bank sentral itu akan menurunkan tingkat suku bunga.
Namun demikian, ekspektasi itu perlu ditelaah secara lebih kritis mengingat inflasi AS masih di angka 3,5% per Maret 2024, masih lebih tinggi dari target The Fed yang 2%. Ini akan membuat ekspektasi itu sedikit kacau karena pemangkasan suku bunga biasanya malah akan meningkatkan inflasi.
Ini jelas kontradiktif dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed itu. Artinya, ruang bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga tinggi tetap terbuka, dan berisiko kembali menekan pergerakan harga emas dalam jangka pendek.
Lalu, kepemilikan ETF (exchange-traded funds) dalam emas — yang, selama pandemi Covid-19, menjadi pendorong di balik lonjakan harga emas ke rekor tertinggi saat itu — masih belum selaras dengan pergerakan harga saat ini. Data menunjukkan kepemilikan ETF emas menurun hampir sepanjang tahun 2024, sementara harga emas spot naik sekitar 13%, sebagaimana terlihat pada grafik di bawah.
Kondisi ini menunjukkan permintaan investor individual dan institusional yang menurun dan bisa menjadi petunjuk yang menghambat laju naik harga emas dalam beberapa waktu mendatang, mengingat kepemilikan investor pada ETF emas umumnya naik ketika harga emas naik, dan sebaliknya.
Studi Teknikal
Dari segi teknikal, menganalisis harga emas yang tengah di rekor tertinggi itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan kombinasi dari berbagai alat bantu, seperti pada grafik di bawah.
Gambar di atas adalah grafik harga spot emas (XAUUSD) sejak tahun 2020 hingga saat ini, menggunakan timeframe mingguan. Garis-garis putih horizontal putus-putus adalah garis Fibonacci Retracement (Fibo). Garis merah, biru, dan kuning adalah indikator Exponential Moving Averages (EMA), dimana merah adalah EMA 24, biru adalah EMA 120, dan kuning adalah EMA 480. Sementara garis bergelombang yang paling bawah merupakan indikator Relative Strength Index (RSI).
Ini merupakan teknik yang selalu saya gunakan ketika melakukan analisis teknikal (Anda bisa lihat tulisan saya yang lain di link ini, ini, dan ini). Hanya saja, kali ini saya menambahkan RSI sebagai tambahan alat bantu untuk mengevaluasi harga yang sedang trending.
Bisa kita saksikan bagaimana garis Fibo dengan pasnya menunjukkan level $2.349 (Fibo 161,8%) sebagai garis batas atas (resistance) untuk pergerakan harga emas saat ini. Ini menandakan bahwa level $2.349 adalah level psikologis baru yang harus diuji harga emas sebelum melanjutkan kenaikannya. Jika terkonfirmasi menembus, kemungkinan besar harga akan melanjutkan trennya. Jika tidak, koreksi harga, atau bahkan tren menurun (bearish), mungkin akan terjadi.
Menentukan apakah suatu garis batas (atas maupun bawah) tertembus atau tidak bisa dilakukan dengan melihat pola kandilnya (candlestick pattern). Konfirmasi penembusan biasanya ditandai dengan terbentuknya kandil terakhir yang ditutup searah dengan trennya atau dengan terbentuknya beberapa kandil terakhir yang memang dikategorikan sebagai pola kandil lanjutan (continuation pattern). Selain daripada itu, pola kandil yang terbentuk adalah pola kandil pembalikan (reversal pattern), yang menjadi sinyal pergerakan harga ke arah sebaliknya.
Mengingat grafik di atas menggunakan timeframe mingguan, konfirmasi kandil tersebut belum bisa kita lihat sampai kandil terakhir ditutup di akhir pekan nanti. Meski begitu, kita tetap bisa mendapatkan petunjuk berharga dengan melihat pola kandil di timeframe yang lebih pendek, semisal harian, seperti terlihat di bawah.
Lingkaran kuning pada grafik di atas memperlihatkan beberapa hal kepada kita. Pertama, beberapa kandil telah menguji resistance di level $2.349 dan gagal menembusnya. Kedua, terdapat kandil “Shooting Star” (kandil hijau yang paling atas) yang termasuk dalam kelompok reversal pattern.
Ketiga, kandil setelah kandil Shooting Star terbentuk dengan batang yang lebih lebar dari batang kandil Shooting Star dan ditutup dengan arah yang berlawanan (kandil merah), seolah “menelan” batang kandil hijau sebelumnya. Pola dua kandil seperti ini disebut “Engulfing Bearish,” yang juga termasuk dalam kelompok reversal pattern.
Ketiga petunjuk itu memberikan sinyal awal (early signal) kepada kita bahwa reli harga emas nampaknya akan terbatas dan mengalami koreksi untuk beberapa saat ke depan. Namun karena ini adalah timeframe harian, hasil analisisnya akan bersifat sangat sementara.
Sinyal yang lebih andal dan bersifat jangka panjang bisa kita dapatkan melalui timeframe mingguan, tentu sampai kandil terakhirnya terbentuk. Jika kandil tersebut ditutup di bawah resistance, sinyalemen koreksi harga emas akan semakin meyakinkan. Namun, jika kandil tersebut ditutup di atas resistance, peluang berlanjutnya reli harga emas menjadi sangat terbuka.
Dari sisi indikator RSI, baik timeframe harian maupun mingguan, keduanya memperlihatkan angka RSI di atas 70, mengindikasikan bahwa emas saat ini berada di wilayah jenuh beli. Ini mendukung analisis sebelumnya bahwa koreksi atau ranging harga emas mungkin kembali terjadi dalam waktu dekat.
Dengan mempertimbangkan semua indikator ini secara simultan, meskipun tren harga emas secara keseluruhan tetap naik (bullish), ada tanda-tanda pelemahan yang nyata dalam jangka pendek hingga menengah. Ini memberi pesan kepada para investor untuk berhati-hati sebelum mengambil posisi beli yang baru atau menambah posisi beli yang sudah ada.
Selanjutnya, proyeksi pergerakan bisa dilakukan dengan memanfaatkan garis-garis Fibo dan EMA, yang juga berfungsi sebagai support (batas bawah) dan resistance (batas atas). Support/resistance yang tertembus dapat menuntun harga emas ke support/resistance selanjutnya dan apabila gagal tertembus dapat menuntun harga kembali ke support/resistance sebelumnya.
Garis Fibo 161,8% atau level $2.349 yang gagal ditembus itu kemungkinan akan membuat harga emas terkoreksi hingga mendekati EMA merah di kisaran $2.200. Tertembusnya EMA merah nanti bisa berarti penurunan yang lebih dalam ke support selanjutnya, yaitu Fibo 100% di level $2.074. Jika tidak, pergerakan yang sempit di antara EMA merah dan Fibo 161,8% mungkin terjadi sampai salah satunya tertembus.
RSI bisa kita manfaatkan sebagai penuntun tambahan untuk proyeksi ini. Garis gelombang RSI di atas 70 menandakan emas telah jenuh beli (overbought), sementara angka di bawah 30 menunjukkan bahwa aset tersebut telah jenuh jual (oversold).
Jadi, ketika harga emas tengah menguji sebuah support, kita perlu melihat RSI-nya juga. Bila garis gelombangnya berada di bawah 30, bisa jadi tren turunnya sudah habis (atau minimal tertahan) dan jika tidak di bawah 30, bisa jadi harga emas masih akan melanjutkan tren turunnya. Konsep yang sama berlaku ketika harga tengah menguji resistance.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, sangat jelas bahwa tren harga emas jangka panjang tetaplah bullish. Akan tetapi, perspektif jangka pendek mengatakan tren tersebut mungkin sedikit tertahan atau terkoreksi sebagaimana telah diproyeksikan di atas.
Dengan demikian, pencapaian harga emas ke rekor tertinggi itu diperkirakan akan tertahan atau terkoreksi untuk beberapa waktu ke depan di tahun ini, dengan rentang pergerakan di kisaran $2.300 – $2.100.
Tanda-tanda penurunan harga emas memang cukup nyata, namun penurunan di bawah Fibo 100% (di level $2.074) sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi, mengingat level tersebut adalah strong resistance yang telah berubah menjadi strong support pasca tertembus di Februari 2024. EMA biru yang berdekatan dengan garis Fibo ini semakin menegaskan statusnya sebagai strong support.
Selain itu, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, yang hakikatnya justru akan meningkatkan inflasi, dan ketidakpastian ekonomi global yang diakibatkan oleh ketidakstabilan geopolitik mendukung perkiraan bahwa harga emas akan ditutup di level yang lebih tinggi tahun ini dibanding tahun sebelumnya.
Dengan berbagai pertimbangan tadi dan status emas sebagai safe haven, masuk akal rasanya bila si logam mulia diperkirakan akan ditutup di level $2.200-an per troy ons tahun ini. Penutupan di atas level itu akan menjadi berkah tersendiri bagi investor emas dan akan membuat senyum mereka semakin lebar.