Home » Dinamika Harga Emas dan Prospeknya di Tahun 2013

Sebagai alternatif investasi yang banyak diminati, emas nampaknya belum mampu menunjukkan ‘kilaunya’ di permulaan tahun ini. Sejak pembukaan tahun 2012 sampai tulisan ini dibuat, harga emas terus bergerak datar (flat) dan terkonsolidasi di kisaran yang sempit (grey area) yaitu antara US$1,600 dan US$1,780 per troy ons.

Seperti instrumen investasi pada umumnya, pergerakan harga emas selalu dipengaruhi berbagai faktor seperti keadaan ekonomi makro global (fundamental) dan rekam jejak (track record) atau riwayat perkembangannya yang tertuang dalam bentuk grafik (teknikal).

 

Outlook Emas di Tahun 2013

Secara fundamental, pasar emas memang sedang dibuat resah oleh sejumlah pemberitaan yang sepertinya kurang mendukung komoditi tersebut untuk tetap terus bergerak naik. Seperti rilis data dari Dewan Emas Dunia (World Gold Council/WGC) misalnya, yang mengatakan adanya penurunan persentase permintaan (demand) dunia terhadap emas selama tahun 2012 (lihat grafik di bawah).

Gambar 1. Sumber data: www.gold.org

WGC, dan seperti yang tersaji dalam grafik di atas, menyebutkan bahwa jika dibandingkan tahun sebelumnya, permintaan emas selama tahun 2012 (berdasarkan tonase)—sudah termasuk keperluan investasi maupun perhiasan—turun sebanyak 4% ke level 4.405,5 ton, sedangkan untuk pasokannya (supply) terbilang tetap di level 4.453,1 ton.

Wajar jika pada akhirnya rilis data ini mengakibatkan keresahan di tengah masyarakat. Pelaku pasar yang sebagian besar memahami adanya kaitan hukum supply & demand (S&D) pada pergerakan harga emas, memandang turunnya permintaan emas—sementara pasokannya relatif tetap—akan membuat harga emas jatuh; sesuai dengan bunyi yang ada pada hukum S&D itu sendiri. Sentimen (pandangan) seperti itu tentu secara otomatis berdampak langsung pada perkembangan harga emas yang belakangan terus melemah ke kisaran US$1,580 per troy ons.

Selain itu, berkembangnya kabar terkait investor kelas kakap yang juga seorang bilioner, George Soros, bisa menambah kekhawatiran para pelaku pasar akan kelangsungan harga emas. Soros dikabarkan telah mengurangi kepemilikan sahamnya sebesar 55% di produk ETF (Exchange-Traded Fund) berbasis emas yang dikenal dengan nama SPDR GOLD TRUST.

Entah atas dasar pertimbangan apa beliau melakukan itu (menjual sahamnya di SPDR Gold Trust), yang jelas hal tersebut sedikit/banyak akan berpengaruh pada pergerakan harga emas yang sejatinya adalah bentuk/cerminan dari sikap pelaku pasar yang sarat unsur psikologis yang membuat mereka merespons berita berdasarkan rumor atau tidak secara akal sehat alias irasional.

Emas Masih Menjanjikan
Lantas, apakah ini berarti tren naik (bullish trend) emas sudah berakhir? Rasanya masih ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan terkait hal ini.

Pertama dan masih terkait data dari WGC; meskipun dikatakan permintaan dunia terhadap emas berdasarkan tonasenya berkurang, namun berdasarkan nilai (value), permintaan emas di tahun 2012 merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah yakni mencapai US$236.4 milyar atau 6% lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.

Selaras dengan itu, WGC pun mencatat rata-rata harga emas pada kuartal IV (Q4) tahun 2012 mencapai US$1,721 per troy ons atau meningkat 1% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mana merupakan rekor harga rata-rata tertinggi. Ini berarti, sekalipun kapasitas permintaannya berkurang, emas masih tetap memiliki nilai (berharga) dan menjanjikan untuk dijadikan sarana investasi.

Di sisi lain, prospektus (fundamental) perekonomian Amerika Serikat (AS) juga patut untuk dijadikan pertimbangan. Pasalnya, emas selama ini diketahui memiliki keterkaitan terbalik/korelasi negatif (inverse correlated) terhadap dolar AS. Sehingga, apapun yang mempengaruhi perekonomian AS akan pula mempengaruhi mata uangnya (dolar AS), dan apapun yang mempengaruhi pergerakan mata uang AS maka akan pula mempengaruhi perkembangan harga emas.

Dalam hal ini, perekonomian AS masih perlu pemantapan pasca krisis tahun 2008 yang disebabkan kredit macet yang dikenal dengan istilah Subprime Mortgage. Proses ini (stabilisasi perekonomian) tidak menutup kemungkinan akan kembali melibatkan bank sentral, dalam hal ini The Federal Reserve, dalam ‘memainkan’ perannya sebagai pelaksana kebijakan moneter.

Sedikit mengulas, The Federal Reserve (The Fed) telah mengumumkan akan mempertahankan tingkat bunga rendah sampai 2014 nanti, dan sepertinya masih akan tetap mempertahankan program pelonggaran likuiditasnya yang dikenal dengan Quantitative Easing (QE) hingga AS mampu mencapai tingkat inflasi dan pertumbuhan PDB di atas level tertentu sesuai yang mereka inginkan. Sehingga, selama hal tersebut belum terpenuhi, The Fed masih akan tetap membuka peluang dilakukannya kembali Quantitative Easing.

Pada dasarnya, apa yang disebut pelonggaran likuiditas (QE) di atas adalah cara otoritas AS menggelembungkan neraca keuangannya (balance sheet). Penggelembungan ini dilakukan dengan cara mencetak uang tambahan (dalam hal ini dolar AS) dalam jumlah tertentu yang nantinya akan disuntikkan ke dalam sistem perbankan. Langkah seperti ini (menyuntikkan dana) diambil untuk mengambil alih aset-aset busuk seperti kredit macet yang ada di dalam tubuh perbankan.

Yang perlu dipahami dari serangkaian proses di atas adalah suntikan dana tersebut tak lain ialah utang yang diberikan ‘otoritas moneter’ AS (The Fed) kepada pemerintah AS. Pemerintah AS melalui sistem perbankannya harus membayar kembali dana tersebut dengan bunga (interest). Hal ini akan mengakibatkan penghasilan bunga pemerintah AS dari pendapatan tetap investasi (fixed income investments) dan pasar uangnya lebih rendah dari tingkat inflasi dan berujung pada jatuhnya nilai mata uang negeri adidaya tersebut. Detail terkait hal ini akan saya bahas pada kesempatan yang berbeda.

Selain itu, dalam keadaan demikian, supply dolar AS di pasaran akan meningkat. Kondisi seperti ini juga akan membuat nilai mata uang tersebut anjlok (sesuai hukum supply & demand). Karena nilai dolar AS jatuh, maka investor akan mengalihkan dananya ke instrumen lain yang lebih aman. Dalam kasus seperti ini, emas memiliki peluang paling besar untuk dijadikan safe haven mengingat korelasinya yang berlawanan terhadap dolar AS.

 

Analisis Grafis Emas

Selalu, untuk menemukan momentum, investor wajib melakukan analisis grafis atau pengamatan teknikal terlebih dahulu dengan menentukan level-level penahan yang ada. Level-level tersebut nantinya dapat dijadikan acuan investor untuk masuk (beli) atau pun keluar (jual) di harga yang lebih ideal. Seperti yang terdapat dalam gambar di bawah:

Gambar 2. Perkembangan harga emas mingguan (weekly charts).

Note: Untuk melihat secara lebih jelas, klik kanan pada gambar lalu klik open in a new tab.

Banyak metode yang dapat diterapkan dalam menentukan level-level penahan. Tidak jauh berbeda dengan tulisan saya sebelumnya yang bertajuk “Inikah Saatnya Membeli Emas?”, saya tetap menggunakan level-level psikologis dalam menganalisis. Hanya saja, kali ini level-level tersebut ditunjukkan dengan menggunakan garis rasio fibonacci (fibonacci retracement) dan tiga garis rata-rata pergerakan (moving average/MA).

Dalam contoh ini, emas yang ditutup di level $1580 sepertinya masih akan menguji level $1560 sebagai support terdekat (S1) dimana level tersebut menjadi level penting untuk kelangsungan tren emas karena jika emas gagal menguji S1 dan ditutup lebih rendah dari level tersebut, tekanan jual akan semakin membebani emas yang besar kemungkinan akan mengarahkannya ke support-support selanjutnya di $1470 per troy ons (S2) dan $1398 per troy ons (S3).

Sebagaimana terlihat dalam grafik di atas (Gambar 2.), level $1560 menjadi level penting untuk emas karena terdapat dua penahan sekaligus (double support) di area tersebut yaitu garis fibo 61,8% dan garis MA biru yang dalam dunia trading, keadaan seperti ini dapat dikategorikan sebagai strong support. (Untuk lebih jelas mengenai hal ini, bisa Anda baca di sini).

Namun, jika ternyata emas mampu tertahan dan bergerak stabil di atas level S1, potensi untuk merangkak naik ke area resistance terdekat (R1) di $1680 akan kembali muncul. Peluang emas untuk mengukukuhkan tren naiknya akan semakin terbuka lebar jika ia mampu melanjutkan penguatan dan ditutup di atas level R1 tersebut. Selanjutnya, untuk mengkonfirmasi tren naiknya emas harus mampu bergerak stabil dan terus berfluktuasi di kisaran $1680-$1790 per troy ons. Jika demikian, tidak kecil kemungkinannya emas dapat kembali mengarah dan mencapai level tertingginya dalam sejarah di $1880 per troy ons.

Catatan: Tulisan ini adalah opini pribadi penulis. Penulis tidak memiliki kaitan apapun dengan individu dan emiten saham yang disebutkan pada tulisan ini. Artikel ini bukan merupakan rekomendasi untuk mengambil posisi tertentu dalam aktivitas trading sehingga penulis tidak bertanggung jawab atas segala bentuk kerugian yang mungkin timbul karena artikel ini.

Apa penilaian Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.