Home » Banyak Bisnis Sejenis Berdekatan dan Konsep Ekonominya
Indomaret dan Alfamaret adalah contoh dari bisnis sejenis yang berdekatan lokasinya. Mereka adalah bagian dari game theory.
Foto Indomaret dan Alfamart berdampingan (suara.com)

Dalam dialektika Inggris, dikenal ungkapan “like attracts like” yang berarti orang-orang cenderung saling tertarik satu sama lain ketika mereka memiliki ketertarikan yang sama. Nampaknya inilah mengapa saat ini kita melihat banyak bisnis sejenis berdekatan lokasinya satu dengan yang lainnya. Sebutlah yang paling mencolok merek waralaba Indomaret dan Alfamart atau di industri bisnis lainnya ada pom bensin Pertamina dan Shell, dan masih banyak lagi.

Tentu saja ungkapan di atas bukanlah hal yang bersifat basa-basi dalam hal ini. Itu adalah konsep yang pertama kali dikemukakan oleh Stephen Frank pada 1957, yang kemudian dikenal dengan “Hipotesis Homofili.”

Sederhananya, konsep ini menyatakan bahwa orang cenderung bergaul dengan orang lain yang sama seperti mereka. Misalnya, jika Anda seorang mahasiswa, kemungkinan besar Anda akan menghabiskan waktu dengan mahasiswa lainnya. Ini juga berlaku untuk dunia bisnis.

Hasilnya, seperti yang Anda lihat, banyak sekali gerai Indomaret dan Alfamart yang berdampingan, begitu juga dengan pom bensin Pertamina dan Shell yang banyak berdekatan. Semua bisnis tersebut akan mencari keuntungan dengan melayani jenis pelanggan yang sama — dalam hal ini, orang yang mencari berbagai produk ritel dan bahan bakar minyak.

Konsep di atas telah dikaji secara ekstensif oleh para ekonom dan menunjukkan hasil yang menarik. Salah satunya adalah studi dari Harvard Business Review yang dilakukan oleh Jorge E. Viñuales et al.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa jika dua orang memilih restoran favorit mereka secara acak, mereka akan memilih restoran yang berdekatan daripada restoran yang menyendiri. Studi ini juga menemukan bahwa ketika ada lebih banyak rantai restoran dalam jarak dekat, ada kemungkinan lebih tinggi sebuah restoran lain akan pindah ke lingkungan rantai tersebut.

Menariknya, ada pengecualian untuk aturan ini ketika sebuah lokasi mampu menawarkan nilai lebih daripada restoran yang ada di sekitarnya. Yang dimaksud bernilai lebih di sini, selain dari kondisi lokasi yang prima, adalah adanya faktor-faktor lain yang mendukung pengunjungnya untuk menekan biaya.

Sebagai contoh, orang cenderung memilih restoran yang memiliki tempat parkir lebih nyaman dan aman ketimbang yang tidak. Kecenderungan seperti ini pun bisa kita lihat dengan cukup jelas dalam contoh bisnis yang kita gunakan di sini, dimana orang cenderung memilih gerai Indomaret atau Alfamart yang membebaskan biaya parkir bagi pengunjungnya ketika semua hal lainnya tetap sama (ceteris paribus).

Game Theory & Nash Equilibrium

Contoh faktor biaya parkir tadi sebetulnya merupakan bagian dari strategi persaingan kompetitif yang termasuk dalam Porter’s Five Forces. Penjelasan konsep ini dan kaitannya dengan praktik bisnis sejenis yang berdekatan sudah banyak di bahas oleh media-media mainstream, bahkan dengan narasi yang sama, dan saya tidak tertarik untuk ikut-ikutan menyadurnya.

Saya lebih senang membahas konsep ekonomi dari fenomena ini yang dibahas oleh Jac de Haan dari TED Ed. Melalui sebuah video yang menarik, ia menjelaskan bagaimana konsep game theory dan nash equilibrium bekerja dalam hal ini.

Game theory (teori permainan) adalah studi tentang bagaimana individu berinteraksi satu sama lain dalam lingkup sosial. Dalam contoh kita, baik Indomaret maupun Alfamart, Pertamina maupun Shell, memiliki pelanggannya masing-masing. Interaksi ini disebut sebagai “permainan,” karena setiap pemain berusaha untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dibandingkan yang lain.

Kondisi persaingan ini akan mengharuskan para pemainnya untuk terus berinovasi. Ini dapat membawa pada keseimbangan di mana tidak ada pemain yang dapat mendominasi yang lain sehingga menghasilkan situasi win-win untuk kedua pemain. Inilah yang dimaksud Nash Equilibrium atau Keseimbangan Nash.

Untuk memahami konsep ini lebih lanjut, mari gunakan ilustrasi. Misalkan ada dua orang bersaing dalam sebuah pelelangan barang antik. Dalam hal ini, umumnya diasumsikan bahwa setiap pemain akan memilih harga penawaran tertinggi untuk barang tersebut karena menyimpang dari strategi ini akan mengakibatkan kekalahan dari pemain lainnya.

Jadi meskipun pemain tertentu mungkin ingin memilih harga yang lebih rendah untuk menekan biaya, dia tidak dapat menyimpang dari strategi memilih harga tertinggi. Tidak ada satu pihak pun yang dapat melakukannya jika ia ingin menang. Inilah Nash Equilibrium.

Itulah yang terjadi dalam konteks persaingan bisnis antara Indomaret dengan Alfamart (atau bisnis apapun dengan merek dagang lainnya yang sejenis). Mereka tidak bisa menyimpang terlalu jauh dari strategi yang dilakukan pesaing beratnya jika tidak ingin kehilangan pangsa pasarnya.

Coba bayangkan contoh lain, yaitu dua pedagang minuman seduh bersepeda. Jika pasar sudah terbiasa dengan harga segelas kopi yang Rp3.000, mereka tentu tidak akan berani mengutak-atiknya.

Mengambil harga lebih tinggi dari pesaingnya, bahkan hanya Rp1.000 pun, akan mengakibatkan orang-orang beralih ke pesaingnya. Atau jika ia mengambil harga lebih rendah semisal Rp2.000, ini akan menggerus marjin keuntungannya, yang justru memberatkannya dalam hal modal kerja.

Dengan demikian, semua bisnis sejenis yang berdekatan, sadar atau tidak, telah menjadi bagian dari game theory, dan menurut Nash Equilibrium, tidak mungkin ada pemain yang bisa mendominasi satu sama lain karena persentase keuntungan mereka kemungkinan akan berkisar 50:50 satu sama lainnya.

Tentu saja ini semua dengan catatan bahwa proses bisnisnya berjalan secara adil dan tidak memperhitungkan intervensi dari pemerintah setempat. Dalam contoh pom bensin Pertamina dan Shell, tentu tidak adil membandingkan keduanya tatkala salah satu dari mereka ditopang oleh subsidi pemerintah.

Apa penilaian Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.